“OTONOMI DAERAH DAN PEMBANGUNAN DAERAH”


“OTONOMI DAERAH DAN PEMBANGUNAN DAERAH”


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Di Indonesia, otonomi daerah sebenarnya mulai bergulir sejak keluarnya UU No.1 Tahun 1945, kemudian UU No.2 Tahun 1984 dan UU No.5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah. Semuanya berupaya menciptakan pemerintahan yang cenderung ke arah desentralisasi. Namun pelaksanaannya mengalami pasang surut, sampai masa reformasi bergulir. Pada masa ini keluarlah UU No.2 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan pemerintahan pusat. Sejak itu, penerapan otonomi daerah berjalan cepat.
Prinsip otonomi daerah adalah pemerintahan daerah diberi wewenang untuk mengelola daerahnya sendiri. Hanya saja ada beberapa bidang yang tetap ditangani pemerintah pusat, yaitu agama, peradilan, pertahanan, dan keamanan, moneter/fiskal, politik luar negeri dan dalam negeri serta sejumlah kewenangan bidang lain (meliputi perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi Negara dan lembaga perekonomian Negara, pembinaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, dan konversi serta standarisasi nasional).
 Keadaan geografis Indonesia yang berupa kepulauan berpengaruh terhadap mekanisme pemerintahan Negara Indonesia. Dengan keadaan geografis yang berupa kepulauan ini menyebabkan pemerintah sulit mengkoordinasi pemerintahan yang ada di daerah. Untuk memudahkan pengaturan atau penataan pemerintahan maka diperlukan adanya suatu sistem pemerintahan yang dapat berjalan secara efisien dan mandiri tetapi tetap terawasi dari pusat.
Di era reformasi ini sangat dibutuhkan sistem pemerintahan yang memungkinkan cepatnya penyaluran aspirasi rakyat, namun tetap berada di bawah pengawasan pemerintah pusat. Hal tersebut sangat diperlukan karena mulai munculnya ancaman-ancaman terhadap keutuhan NKRI, hal tersebut ditandai dengan banyaknya daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indornesia.

Sumber daya alam daerah di Indonesia yang tidak merata juga merupakan salah satu penyebab diperlukannya suatu sistem pemerintahan yang memudahkan pengelolaan sumber daya alam yang merupakan sumber pendapatan daerah sekaligus menjadi pendapatan nasional. Sebab seperti yang kita ketahui bahwa terdapat beberapa daerahyang pembangunannya memang harus lebih cepat daripada daerah lain. Karena itulah pemerintah pusat membuat suatu sistem pengelolaan pemerintahan di tingkat daerah yang disebut otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah juga sangatlah berpengaruh terhadap pembangunan yang ada di daerah.
Pada kenyataannya, otonomi daerah itu sendiri tidak bisa diserahkan begitu saja pada pemerintah daerah. Selain diatur dalam perundang-undangan, pemerintah pusat juga harus mengawasi keputusan-keputusan yang diambil oleh pemerintah daerah. Apakah sudah sesuai dengan tujuan nasional, yaitu pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Republik Indonesia yang berdasar pada sila Kelima Pancasila, yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Tuntutan akan pengelolaan pemerintahan daerah yang mandiri dengan semangat otonomi daerah semakin marak. Namun demikian, kebijakan otonomi daerah disalah artikan oleh jajaran pengelola pemerintah di daerah. Otonomi daerah dipahami sebagai kebebasan mengelola sumber daya daerah yang cenderung melahirkan pemerintahan daerah yang tidak profesional dan tidak terkontrol. Hal yang sangat mengkhawatirkan, seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah adalah lahirnya perundang-undangan daerah yang cenderung bertolak belakang dengan semangat konstitusi negara dan dasar negara yang dapat mengancam keutuhan NKRI.

B.     Rumusan Masalah

Bagaimana pelaksanaan otonomi daerah mempengaruhi pembangunan daerah ?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Otonomi Daerah

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:992), otonomi  adalah pola pemerintahan sendiri. Sedangkan otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk  mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah, definisi otonomi daerah sebagai berikut: “Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang undangan”.[1]
Otonomi daerah adalah hak penduduk yang tinggal dalam suatu daerah untuk mengatur, mengurus, mengendalikan dan mengembangkan urusannya sendiri dengan menghormati  peraturan perundangan yang berlaku (Hanif Nurcholis, 2007:30). Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah juga mendefinisikan daerah otonom sebagai berikut: “Daerah  otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.[2]

B.     Pembangunan Daerah

Pembangunan daerah adalah pemamfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik dalam aspek pendapatan, kesempatan kerja, lapangan usaha, akses terhadap pengambilan kebijakan, berdaya saing maupun peningkatan indeks pembangunan manusia.[3]

Tujuan pembangunan daerah yaitu:

1.   Meningkatkan keadaan ekonomi daerah sehingga mandiri di dalam bidang ekonomi untuk daerah sehingga mandiri di dalam bidang ekonomi untuk penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah.
2.  Meningkatkan keadaan sosial daerah unutk mencapai kesejahteraan sosial secara adil dan merata bagi seluruh anggota masyarakat di daerah.
3.  Mengembangkan setiap ragam budaya daerah sehingga menjamin kelestarian budaya  daerah di antara budaya-budaya nasional Indonesia lainnya.
4.  Meningkatkan dan memelihara keamanan masyarakat untuk mendukung pelaksanaan peningkatan kegiatan ekonomi, sosial, budaya, kualitas lingkungan hidup dan meningkatkan kesejahteraan seluruh anggota masyarkat seutuhnya.
5.  Membantu pemerintah  pusat dalam mempertahankan, memelihara dan meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara RI.[4]

C.    Otonomi Daerah dan Pembangunan Daerah

Otonomi daerah yang dicanangkan sekarang seperti sekarang ini diharapkan akan mempercepat pertumbuhan dan pembangunan daerah, disamping menciptakan keseimbangan pembangunan antar daerah di Indonesia. Kebijaksanaan pembangunan yang sentralistik dampaknya sudah kita ketahui, yaitu ketimpangan antar daerah, terutama antara Jawa dan luar Jawa dan antara Indonesia bagian Barat dan Indonesia bagian Timur. Ahli pembangunan ekonomi regional sudah melakukan kajian yang intensif akan hal itu.
Akan tetapi, pembangunan daerah tidak akan datang dan terjadi dengan begitu saja. Pembangunan di daerah baru akan berjalan jika sejumlah prasyarat dapat dipenuhi, terutama oleh para penyelenggara pemerintahan di daerah, yaitu pihak legislatif dan eksekutif di daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota serta DPRD Provinsi, Kabupaten, dan Kota).
Otonomi daerah memiliki sejumlah kewenangan, terutama sebelas (11) kewenangan wajib sebagaimana ditentukan oleh UU No. 22 tahun 1999. Kesebelas kewenangan wajib itu merupakan modal dasar yang sangat penting untuk pembangunan daerah. Yang diharapkan dari pemerintah daerah sebagai faktor prakondisi pelaksanaan otonomi daerah dalam mewujudkan pembangunan daerah itu ada sejumlah hal, antara lain sebagai berikut.[5]

1.      Fasilitas.
Disamping fungsi yang lainnya, fungsi pemerintahan daerah yang sangat esensial adalah memfasilitasi segala bentuk kegiatan di daerah, terutama dalam bidang perekonomian. Segala bentuk perizinan hendaknya dipermudah, bukan sebaliknya, yaitu dengan menciptakan segala bentuk birokrasi yang akan menyulitkan kalangan pengusaha dan investor untuk menanamkan modalnya di daerah tersebut. Logika yang hendaknya digunakan oleh pemerintah daerah adalah silakan menggunakan sarana dan prasarana serta sumber daya daerah (tanah, hutan, tambang, dll) untuk kegiatan ekonomi daerah. Yang paling utama adalah bagaimana menciptakan lapangan kerja secara maksimal bagi warga masyarakat, sehingga disamping warga masyarakat akan memiliki harga diri, pengangguran juga dapat dikurangi. Pemerintah daerah juga dapat menawarkan fasilitas perpajakan yang merangsang penanaman modal. Jadi, bukan sebaliknya dengan melihat kegiatan ekonomi semata-mata sebagai subyek pemungutan untuk memperoleh peningkatan PAD. Jika pemerintah daerah mempunyai kecenderungan untuk memungut, maka tidak mustahil kalangan pengusaha mencari tempat lain untuk menanamkan modalnya yang memberikan rangsangan berusaha dengan lebih baik.

2.      Pemerintah daerah harus kreatif.
Pembangunan daerah berkaitan pula dengan inisiatif lokal, dan untuk berinisiatif diperlukan kreatifitas dari para penyelenggara pemerintahan. Karena itu, pejabat pemerintah daerah sekarang ini benar-benar dituntut untuk kreatif, jika tidak demikian, masyarakat akan mempertanyakan kapasitasnya. Dan jika hal itu sampai terjadi biasanya umur pemerintahan tidak akan terlalu lama. Seorang Gubernur/Bupati/ Walikota tidak mungkin menghendaki  untuk memperlama masa jabatannya jika tidak mampu merangsang kreatifitas dalam pemerintahannya yang mendorong pada percepatan dan peningkatan pembangunan.  Kreatifitas tersebut menyangkut bagaimana mengalokasikan dana, apakah yang bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) ataukah dari dari PAD, secara tepat dan adil serta proporsional. Berapa untuk gaji/honor, biaya operasional, sarana sosial, sarana dan prasarana fisik, dan lain-lainnya. Kreatifitas juga menyangkut kapasitas untuk menciptakan keunggulan komperatif bagi daerahnya, sehingga kalangan pemilik modal akan beramai-ramai menanamkan modal di daerah tersebut. Kreatifitas juga menyangkut kemampuan untuk menarik Dana Alokasi Khusus dari pemerintah sehingga banyak yang ditarik ke daerahnya. Untuk itu, pemerintah daerah harus mampu menyiapkan program-program sosial, ekonomi yang menarik sehingga pemerintah tidak ragu memberikan dukungannya.

3.      Politik lokal yang stabil.
Masyarakat dan pemerintah di daerah harus menciptakan suasana politik lokal yang kondusif bagi dunia usaha dan pembangunan ekonomi. Orang tidak akan mungkin mau menanamkan modalnya di suatu daerah dengan situasi politik lokal yang tidak stabil. Karena pemerintah tidak transparan dalam pembuatan kebijaksanaan publik maka hal itu kemudian mendorong terjadinya gerakan protes, dan tentu saja akan mengganggu jalannya pemerintahan. Selain itu, pejabat eksekutif harus bekerja dengan dengan suasana yang tenang sehingga merangsang kreatifitas. Banyak diketahui, dimana Gubernur/Bupati/Walikota sering merasa terganggu dengan sikap anggota DPRD yang arogan dan selalu mengancam untuk setiap waktu meminta pertanggungjawaban, atau pertanggungjawaban tahunan akan ditolak. Orang tidak akan mungkin mau menanamkan modal pada daerah jika Gubernur/Bupati/Walikota selalu terancam dan bahkan kemudian akan dinonaktifkan oleh DPRD, karena kalangan pengusaha menghendaki adanya kepastian kepada siapa mereka berurusan. Hal itu tidak akan terjadi jika Kepala Daerah diganti setiap tahun karena alasan-alasan yang sulit untuk dipertanggungjawabkan.

4.      Pemerintah daerah harus menjamin kesinambungan berusaha.
Ada kecenderungan yang mengkhawatirkan berbagai pihak bahwa pemerintah daerah seringkali merusak tatanan yang sudah ada. Apa yang sudah disepakati sebelumnya, baik melalui “kontrak” dalam negeri atau dengan pihak asing, seringkali diancam untuk ditinjau kembali, bahkan hendak dinafikan oleh pemerintah daerah yang baru dengan alasan otonomi daerah. Kalangan pengusaha asing dan domestik seringkali merasa terganggu dengan sikap kalangan politisi dan birokrasi lokal yang mencoba mengutak-atik apa yang sudah disepakati sebelumnya. Bagi kalangan pengusaha asing, satu kali sebuah kontrak disepakati dan ditanda tangani maka hal itu mempunyai ikatan hukum yang harus dihormati. Jika sampai sebuah kontrak itu dibatalkan, maka implikasi hukumnya akan besar sekali, terutama dalam dunia bisnis internasional. Karena itu, pemerintah daerah harus meningkatkan kapasitas aparatnya, khususnya jika berhubungan dengan bisnis internasional. Harus ada yang ahli dalam hal kontrak dan dalam bidang Corporate and Business Law supaya jangan sampai terkecoh di kemudian hari. Disamping itu, dunia usaha juga akan merasa terlindungi dalam kesinambungan usaha.

5.      Pemerintah daerah harus komunikatif dengan LSM/ NGO, terutama dalam bidang perburuhan dan lingkungan hidup.
Pemerintah daerah sekarang dituntut untuk memahami dengan intensif aspirasi yang berkembang di kalangan perburuhan, baik yang menyangkut upah minimum dan jaminan lainnya, hak-hak buruh pada umumnya, perlindungan kepada buruh wanita, ataupun menyangkut keselamatan kerja dan kesehatan kerja. Dengan demikian, pemerintah daerah hendaknya menjadi jembatan antara kepentingan dunia usaha dengan dengan aspirasi kalangan pekerja/buruh. Pemerintah daerah juga harus lebih sensitif dengan masalah atau isu lingkungan hidup serta gender. Dengan demikian, sikap-sikap radikal dari kalangan buruh yang didukung oleh LSM/NGO akan dapat diakomodasi, dan pada akhirnya dua kepentingan akan dapat terjembatani. Tentu saja, sikap-sikap yang seperti diperlihatkan oleh para pejabat masa lampau, yang selalu memihak kepentingan pengusaha, harus ditinggalkan.[6]
Kelima elemen yang tersebut diatas merupakan prakondisi bagi terselenggaranya pembangunan daerah. Dengan kebijaksanaan otonomi yang luas maka peluang bagi daerah menjadi sangat luas pula, dan semuanya sangat bergantung pada daerah itu sendiri.[7]
Yang paling penting bagi daerah adalah peciptaan lapangan kerja. Ukuran yang paling fundamental bagi keberhasilan sebuah pemerintahan dalam sebuah negara modern adalah seberapa jauhkah pemerintahan tersebut berhasil menciptakan lapangan kerja bagi kalangan warga masyarakat, dan kemudian disusul dengan kemampuan untuk menghadapi laju inflasi, serta keseimbangan neraca perdagangan internasional. Hal-hal itu merupakan  isu utama yang selalu dimunculkan bagi setiap pergantian pemerintahan melalui pemilihan umum. Seperti di Amerika Serikat dan Inggris, selalu yang ditonjolkan adalah seberapa jauh pemerintahan yang sedang berkuasa (the incumbent government) memerangi kemiskinan dengan menciptakan lapangan kerja, menahan laju inflasi, serta kemampuan untuk menangani masalah-masalah sosial pada umumnya, serta pelayanan kesehatan.
Penciptaan lapangan kerja merupakan masalah esensial karena “multiplier effect” nya yang tinggi sekali. Lapangan kerja berkaitan erat dengan harga diri dan martabat. Orang yang memiliki sebuah pekerjaan tetap akan memiliki martabat yang lebih tinggi disbandingkan orang yang pengangguran. Lapangan kerja atau kesempatan kerja berkaitan erat pula dengan dua dimensi ekonomi yang sangat esensial, yaitu kecenderungan untuk menabung dan peningkatan daya beli. Dengan penciptaan lapangan kerja yang tinggi, maka daya beli akan meningkat pula, dan bagimanapun juga akan mempengaruhi kecenderungan untuk menabung, yang pada akhirnya, akan mempengaruhi pula basis perpajakan dalam sebuah negara. Daya beli meningkat artinya pajak penjualan atas barang dan jasa juga meningkat, dan itu berarti pendapatan negara dan daerah juga akan meningkat, yang semuanya akan dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk proyek dan sejumlah intensif lainnya. Roda pembangunan juga akan berputar dengan sendirinya, sehingga pada akhirnya kesejahteraan masyarakat akan meningkat. Tentu saja keadaan seperti itu baru akan terjadi dalam keadaan suasana politik negara yang stabil, baik di tingkat nasional, maupun tingkat di tingkat lokal. Stabilitas akan menentukan semangat dan kepercayaan, karena tidak akan mungkin seseorang akan menanamkan modal jika di daerah itu  misalnya terjadi huru hara politik, demonstrasi setiap hari terjadi, serta keamanan dan ketertiban terganggu.[8]
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk  mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
                        Pembangunan daerah adalah pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik dalam aspek pendapatan, kesempatan kerja, lapangan usaha, akses terhadap pengambilan kebijakan, berdaya saing maupun peningkatan indeks pembangunan manusia.
                        Terdapat beberapa faktor prakondisi pelaksanaan otonomi daerah dalam pembangunan daerah, yaitu:
1.      Fasilitas.
2.      Pemerintah daerah harus kreatif.
3.      Politik lokal yang stabil.
4.      Pemerintah daerah harus menjamin kesinambungan berusaha.
5.      Pemerintah daerah harus komunikatif dengan LSM/ NGO, terutama dalam bidang perburuhan dan lingkungan hidup.

B.     Saran
Bagi daerah otonom yang mempunyai kuasa penuh terhadap jalannya roda pemerintahan di daerah masing-masih diharapkan supaya mengunakan otonomi daerah sebagai wahana untuk meningkatkan pembangunan dengan melihat sisi yang ada di daerah tersebut, sehingga potensi yang ada di daerah tersebut dapat di kembangkan menuju pembangunan yang lebih baik sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman yang menuju kepada arah globalisasi.

REFERENSI

Syaukani, dkk. 2005. Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mudrajad, Kuncoro. 2008. Otonomi Daerah dan Pembangunan Daerah. Jakarta: Erlangga.
[2] Ibid.
[3] Kuncoro Mudrajad, Otonomi dan Pembangunan Daerah. (Jakarta: Erlangga, 2008), hal. 28
[5] Syaukani, et al., Otonomi Daerah, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2005), hal. 218
[6] Ibid, hal. 218-222
[7] Ibid, hal. 222
[8] Ibid, hal. 223-224


Komentar

Postingan populer dari blog ini

LEMBAGA KEMENTRIAN (WIZARAH AL-TAFWIDH DAN WIZARAH AL-TANFIDZ)

Opini Tentang Masalah Sosial dalam Masyarakat

Sejarah Lahirnya Sosiologi