KLHALIFAH ALI BIN ABI THALIB



KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul ”KLHALIFAH ALI BIN ABI THALIB”.
Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Kedua orang tua dan segenap keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.
Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.
Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Secara resmi istilah Khulafaur Rasyidin merujuk pada empat orang khalifah pertama Islam, namun sebagian ulama menganggap bahwa Khulafaur Rasyidin atau khalifah yang memperoleh petunjuk tidak terbatas pada keempat orang tersebut di atas, tetapi dapat mencakup pula para khalifah setelahnya yang kehidupannya benar-benar sesuai dengan petunjuk al-Quran dan Sunnah Nabi. Salah seorang yang oleh kesepakatan banyak ulama dapat diberi gelar khulafaur rasyidin adalah Umar bin Abdul-Aziz, khalifahBani Umayyah ke-8
Khulafaur Rasyidin (bahasa Arabالخلفاء الراشدون) atau Khalifah Ar-Rasyidin adalah empat orangkhalifah (pemimpin) pertama agama Islam, yang dipercaya oleh umat Islam sebagai penerus kepemimpinanNabi Muhammad setelah ia wafat. Empat orang tersebut adalah para sahabat dekat Muhammad yang tercatat paling dekat dan paling dikenal dalam membela ajaran yang dibawanya di saat masa kerasulan Muhammad. Keempat khalifah tersebut dipilih bukan berdasarkan keturunannya, melainkan berdasarkan konsensus bersama umat Islam.
Sistem pemilihan terhadap masing-masing khalifah tersebut berbeda-beda, hal tersebut terjadi karenapara sahabat menganggap tidak ada rujukan yang jelas yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad tentang bagaimana suksesi kepemimpinan Islam akan berlangsung. Namun penganut paham Syi’ah meyakini bahwaMuhammad dengan jelas menunjuk Ali bin Abi Thalib, khalifah ke-4 bahwa Muhammad menginginkan keturunannyalah yang akan meneruskan kepemimpinannya atas umat Islam, mereka merujuk kepada salah satu Hadits Ghadir Khum.
Setelah Usman wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali ibn Abi Thalib sebagai khalifah. Ali memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikit pun dalam pemerintahannya yang dapat dikatakan stabil. Setelah menduduki jabatan khalifah, Ali menon-aktifkan para gubernur yang diangkat oleh Usman. Dia yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan terjadi karena keteledoran mereka. Dia juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan Usman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara, dan memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan di antara orang-orang Islam sebagaimana pernah diterapkan Umar.
  1. Rumusan Masalah
Berdasarkan Uraian dari Latar Belakang di atas, kami merumuskan Masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana Biografi Khalifah Ali bin Abi Thalib?
2.      Bagaimana Kepemimpinan Khalifah Ali bin Abi Thalib?
  1. Tujuan Penulisan
Berdasarkan Isi Rumusan Masalah diatas, maka Tujuan penulisan Makalah kami adalah
1.      Untuk mengetahui Biografi Khalifah Ali bin Abi Thalib
2.      Untuk mengetahui Kepemimpinan Khalifah Ali bin Abi Thalib


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Biografi Khalifah Ali bin Abi Thalib
Ali dilahirkan di Mekkah, daerah HejazJazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian Muhammad, sekitar tahun 599 Masehi atau 600(perkiraan).[1]
Muslim Syi'ah percaya bahwa Ali dilahirkan di dalam Ka'bah. Usia Ali terhadap Nabi Muhammad masih diperselisihkan hingga kini, sebagian riwayat menyebut berbeda 25 tahun, ada yang berbeda 27 tahun, ada yang 30 tahun bahkan 32 tahun.
Beliau bernama asli Haydar bin Abu Thalib, paman Nabi Muhammad SAW. Haydar yang berarti Singaadalah harapan keluarga Abu Thalib untuk mempunyai penerus yang dapat menjadi tokoh pemberani dan disegani di antara kalangan Quraisy Mekkah. Setelah mengetahui sepupu yang baru lahir diberi nama Haydar,
1.      Kehidupan Awal
Ali dilahirkan dari ibu yang bernama Fatimah binti As’ad, dimana As’ad merupakan anak dari Hasyim, sehingga menjadikan Ali, merupakan keturunan Hasyim dari sisi bapak dan ibu.
Kelahiran Ali bin Abi Thalib banyak memberi hiburan bagi Nabi SAW karena beliau tidak punya anak laki-laki. Uzur dan faqir nya keluarga Abu Thalib memberi kesempatan bagi Nabi SAW bersama istri beliau Khadijah untuk mengasuh Ali dan menjadikannya putra angkat. Hal ini sekaligus untuk membalas jasa kepada Abu Thalib yang telah mengasuh Nabi sejak beliau kecil hingga dewasa, sehingga sedari kecil Ali sudah bersama dengan Muhammad.
Dalam biografi asing (Barat), hubungan Ali kepada Nabi Muhammad SAW dilukiskan seperti Yohanes Pembaptis (Nabi Yahya) kepada Yesus (Nabi Isa). Dalam riwayat-riwayat Syi'ahdan sebagian riwayat Sunni, hubungan tersebut dilukiskan seperti Nabi Harun kepada Nabi Musa.
2.      Masa Remaja
Ketika Nabi Muhammad SAW menerima wahyu, riwayat-riwayat lama seperti  bin Ishaqmenjelaskan Ali adalah lelaki pertama yang mempercayai wahyu tersebut atau orang ke 2 yang percaya setelah Khadijah istri Nabi sendiri. Pada titik ini Ali berusia sekitar 10 tahun.
Pada usia remaja setelah wahyu turun, Ali banyak belajar langsung dari Nabi SAW karena sebagai anak asuh, berkesempatan selalu dekat dengan Nabi hal ini berkelanjutan hingga beliau menjadi menantu Nabi. Hal inilah yang menjadi bukti bagi sebagian kaum Sufi bahwa ada pelajaran-pelajaran tertentu masalah ruhani (spirituality dalam bahasa Inggris atau kaum Salaf lebih suka menyebut istilah 'Ihsan') atau yang kemudian dikenal dengan istilah Tasawuf yang diajarkan Nabi khusus kepada beliau tapi tidak kepada Murid-murid atau Sahabat-sahabat yang lain.
Karena bila ilmu Syari'ah atau hukum-hukum agama Islam baik yang mengatur ibadah maupun kemasyarakatan semua yang diterima Nabi harus disampaikan dan diajarkan kepada umatnya, sementara masalah ruhani hanya bisa diberikan kepada orang-orang tertentu dengan kapasitas masing-masing.
Didikan langsung dari Nabi kepada Ali dalam semua aspek ilmu Islam baik aspek zhahir (exterior) atau syariah dan bathin (interior) atau tasawuf menggembleng Ali menjadi seorang pemuda yang sangat cerdas, berani dan bijak.
3.      Kehidupan di Mekkah sampai Hijrah ke Madinah
Ali bersedia tidur di kamar Nabi untuk mengelabui orang-orang Quraisy yang akan menggagalkan hijrah Nabi. Beliau tidur menampakkan kesan Nabi yang tidur sehingga masuk waktu menjelang pagi mereka mengetahui Ali yang tidur, sudah tertinggal satu malam perjalanan oleh Nabi yang telah meloloskan diri ke Madinah bersama Abu Bakar.[2]
B.     Kepemimpinan Khalifah Ali bin Abi Thalib
1.      Wafatnya Khalifah Usman bin Affan
Pada masa kepeminpinan Kholifah Usman bin Affan , terjadi fitnah yang besar di kalangan kaum muslimin di beberapa daerah, terutama di Basrah, Mesir dan Kufah. Fitnah-fitnah tersebut sengaja disebarkan oleh kaum munafik yang dipimpin Abdullah bin Saba.  Fitnah tersebut berhasil menghasut beberapa pihak untuk membrontak dan menuntut mundurnya Khalifah Usman bin Affan.
Dalam masa krisis tersebut, beliau tetap tidak mau menggunakan pengawalan khusus yang ditawarkan para sahabatnya. Suatu ketika, para pembrontak berhasil menyerbu rumah Kholifah Usman bin Affan dan membunuhnya. 
Saat kejadian itu, Kholifah Usman bin Affan sedang menjalankan puasa sunah dan membaca Al-Qur'an. Malam harinya sebelum terbunuh beliau mimpi bertemu Rasulullah saw. Dalam mimpinya, Rasulullah saw. meminta untuk berpuasa dan besuknya akan berbuka dengan Rasulullah saw. Mimpi itu akhirnya menjadi kenyataan.
Sepeninggal Kholifah Usman bin Affan dalam kondisi yang masih kacau, kaum muslimin meminta Ali bin Abi Thalib untuk menjadi Khalifah, akan tetapi ada bebarapa tokoh yang menolak usulan tersebut diantaranya Muawiyah bin Abi Sufyan. Mereka menolak Ali bin Abi Thalib pada umumnya adalah para gubernur atau pejabat yang berasal dari keluarga besar Kholifah Usman bin Affan . Mereka menuntut pembunuh Kholifah Usman bin Affan ditangkap terlebih dahulu. Setelah itu barulah masalah pergantian pemimpin dibicarakan. Sebaliknya, pihak Ali bin Abi Tahlib  berpendapat bahwa masalah kepemimpinan sebaiknya diselesaikan terlebih dahulu. Setelah itu, barulah pembunuh  Kholifah Usman bin Affan dicari bersama-sama. Perbedaan pendapat tersebut awal pecahnya persatuan kaum muslimin saat itu. Akhirnya Ali bin Abi Thalib tetap diangkat sebagai  kholifah meskipun ada beberapa kalangan yang tidak tersedia mengakuinya.[3]
2.      Pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah
Setelah Khalifah Usman ra. syahid, Ali ra. diangkat menjadi khalifah ke-4. Awalnya beliau menolak, namun akhirnya beliau menerimanya. Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Muhammad bin Al-Hanafiyah berkata: .....Sementara orang banyak datang di belakangnya dan menggedor pintu dan segera memasuki rumah itu. Kata mereka: "Beliau (Usman ra.) telahterbunuh, sementara rakyat harus punya khalifah, dan kami tidak mengetahui orang yang paling berhak untuk itu kecuali anda (Ali ra.)". Ali ra. berkata kepada mereka: "Janganlah kalian mengharapkan saya, karena saya lebih senang menjadi wazir (pembantu) bagi kalian daripada menjadi Amir". Mereka menjawab: "Tidak, demi Allah, kami tidak mengetahui ada orang yang lebih berhak menjadi khalifah daripada engkau". ‘Ali ra. menjawab: "Jika kalian tak menerima pendapatku dan tetap ingin membaiatku, maka baiat tersebut hendaknya tidak bersifat rahasia, tetapi aku akan pergi ke masjid, maka siapa yang bermaksud membaiatku maka berbaiatlah kepadaku". Pergilah ‘Ali ra. ke masjid dan orang-orang berbaiat kepadanya.
Dalam Tarikh Al-Ya’qubi dikatakan: ‘Ali bin Abi Thalib ra. menggantikan Usman sebagai khalifah dan Ali bin Abi Thalib ra. dibaiat oleh Thalhah ra, Zubair ra, Kaum Muhajirin dan Anshar.Sedangkan orang yang pertama kali membaiat dan menjabat tangannya adalah Thalhah bin Ubaidillah ra.
3.      Strategi Kepemimpinan Khalifah Ali bin Abi Thalib
Diantara strategi Ali Bin Abi Thalib dalam menegakkan kekhalifaan adalah memeranig Khawarij. Untuk kepentingan agama dan negara, Ali Bin Abi Thali juga menggukan potensi dalam usaha pengembangan Islam, baik perkembangan dalam bidang Sosial, politik, Militer, dan Ilmu Pengetahuan. Berikut ini akan diuraikan tentang strategi tersebut;
a.      Khalifah Ali Bin Abi Thalib Memerangi Khawarij
Semula orang-orang yang kelak dikenal dengan khawarij ini turut membaiat Ali ra., dan Ali ra. tidak menindak mereka secara langsung mengingat kondisi umat belumlah kembali stabil, di samping para pembuat makar yang berjumlah ribuan itu pun telah berbaur di Kota Madinah, hingga dapat mempengaruhi hamba sahaya dan orang-orang Badui. Jika Ali ra. bersegera mengambil tindakan, maka bisa dipastikan akan terjadi pertumpahan darah dan fitnah yang tidak kunjung habisnya. Karenanya Ali ra, memilih untuk menunggu waktu yang tepat, setelah kondisi keamanan kembali stabil, untuk menyelesaikan persoalan yang ada dengan menegakkan qishash. Kaum khawarij sendiri pada akhirnya menyempal dari Pasukan Ali ra. setelah beliau melakukan tahkim dengan Muawiyah ra. setelah beberapa saat terjadi perbedaan ijtihad di antara mereka berdua ra. (Ali ra. dan Muawiyah ra.). Orang-orang khawarij menolak tahkim seraya mengumandangkan slogan:
Tidak ada hukum kecuali hukum Allah. Tidak boleh menggantikan hukum Allah dengan hukum manusia. Demi Allah! Allah telah menghukum penzalim dengan jalan diperangi sehingga kembali ke jalan Allah.””Ungkapan mereka: ‘Tiada ada hukum kecuali hukum Allah, dikomentari oleh Ali: “Ungkapan benar, tetapi disalahpahami. Pada akhirnya ‘Ali ra. memerangi khawarij tsb., dan berhasil menghancurkan mereka di Nahrawan, di mana hampir seluruh dari orang Khawarij tsb berhasil dibunuh, sedangkan yang terbunuh di pihak Ali ra. hanya 9 orang saja.[4]
b.      Upaya Pengembangan dalam Bidang Pemerintahan
Situasi ummat Islam pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib sudah sangat jauh berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Ummat Islam pada masa pemerintahan Abu Bakar dan Umar bin Khattab masih bersatu, mereka memiliki banyak tugas yang harus diselesaikannya, seperti tugas melakukan perluasan wilayah Islam dan sebagainya.
Selain itu, kehidupan masyarakat Islam masih sangat sederhana karena belum banyak terpengaruh oleh kemewahan duniawi, kekayaan dan kedudukan.[5]
Namun pada masa pemerintahan Khalifah Usman bin Affan keadaan mulai berubah. Perjuangan pun sudah mulai terpengaruh oleh hal-hal yang bersifat duniawi. Oleh karena itu, beban yang harus dipikul oleh penguasa berikutnya semakin berat. Usaha-usaha Khalifah Alibin Abi Thalib dalam mengatasi persoalan tersebut tetap dilakukannya, meskipun ia mendapat tantangan yang sangat luar biasa. Semua itu bertujuan agar masyarakat merasa aman, tentram dan sejahtera. Usaha-usaha yang dilakukannya diantaranya :
c.       Perkembangan di Bidang Politik Militer
Khalifah Ali bin Abi Thalib memiliki kelebihan, seperti kecerdasan, ketelitian, ketegasan keberanian dan sebagainya. Karenanya ketika ia terpilih sebagai Khalifah, jiwa dan semangat itu masih membara didalam dirinya. Banyak usaha yang dilakukan, termasuk bagaimana merumuskan sebuah kebijakan untuk kepentingan negara, agama dan umat Islam kemasa depan yang lebih cemerlang. Selain itu, dia juga terkenal sebagai pahlawan yang gagah berani, penasihat yang bijaksana, penasihat hukum yang ulung, dan pemegang teguh tradisi, seorang sahabat sejati, dan seorang kawan yang dermawan.
Khalifah Ali bin Abi Thalib sejak masa mudanya amat terkenal dengan sikap dan sifat keberaniannya, baik dalam keadaan damai mupun saat kritis. Beliau amat tahu medan dan tipu daya musuh, ini kelihatan sekali pada saat perang Shiffin. Dalam perang itu Khalifah Ali bin Abi Thalib mengetahui benar bahwa siasat yang dibuat Muawiyah bin Abi Sufyan hanya untuk memperdaya kekuatan Khalifah Ali bin Abi Thalib menolak ajakan damai, karena dia sangat mengetahui bahwa Muawiyah adalah orang yang sangat licik. Namun para sahabatnya mendesak agar menerima tawaran perdamaian itu. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan istilah "Tahkim" di Daumatul Jandal pada tahun 34 Hijriyah. Peristiwa itu sebenarnya merupakan bukti kelemahan dalam system pertahanan pada masa pemerintahan Khalifah Alibin Abi Thalib. Usaha Khalifah terus mendapat tantangan dan selalu dikalahkan oleh kelompok orang yang tidak senang terhadap kepemimpinannya.
Karena peristiwa "Tahkim" itu, timbullah tiga golongan dikalangan umat Islam, yaituKelompok Khawarij, Kelompok Murjiah dan Kelompok Syi'ah (pengikut Ali). Ketiga kelompok itu yang pada masa berikutnya merupakan golongan yang sangat kuat dan yang mewarnai perkembangan pemikiran dalam Islam.
d.      Perkembangan di Bidang Ilmu Bahasa
Pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib, wilayah kekuasaan Islam telah sampai Sungai Efrat, Tigris, dan Amu Dariyah, bahkan sampai ke Indus. Akibat luasnya wilayah kekuasaan Islam dan banyaknya masyarakat yang bukan berasal dari kalangan Arab, banyak ditemukan kesalahan dalam membaca teks Al-Qur'an atau Hadits sebagai sumber hukum Islam.
Khalifah Ali bin Abi Thalib menganggap bahwa kesalahan itu sangat fatal, terutama bagi orang-orang yang akan mempelajari ajaran islam dari sumber aslinya yang berbahasa Arab. Kemudian Khalifah Ali bin Abi Thalib memerintahkan Abu Al-Aswad Al-Duali untuk mengarang pokok-pokok Ilmu Nahwu ( Qawaid Nahwiyah ).
Dengan adanya Ilmu Nahwu yang dijadikan sebagai pedoman dasar dalam mempelajari bahasa Al-Qur'an, maka orang-orang yang bukan berasal dari masyarakat Arab akan mendaptkan kemudahan dalam membaca dan memahami sumber ajaran Islam.
e.       Perkembangan di Bidang Pembangunan
Pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib, terdapat usaha positif yang dilaksanakannya, terutama dalam masalah tata kota. Salah satu kota yang dibangun adalah kota Kuffah.
Semula pembangunan kota Kuffah ini bertujuao politis untuk dijadikan sebagai basis pertahanan kekuatan Khalifah Ali bin Abi Thalib dari berbagai rongrongan para pembangkang, misalnya Muawiyah bin Abi Sufyan. Akan tetapi, lama kelamaan kota tersebut berkembang menjadi sebuah kota yang sangat ramai dikunjungi bahkan kemudian menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan keagamaan, seperti perkembangan Ilmu Nahwu, Tafsir, Hadits dan sebagainya.[6]
Pembangunan kota Kuffah ini dimaksudkan sebagai salah satu cara Khalifah Ali bin Abi Thalib mengontrol kekuatan Muawiyah yang sejak semula tidak mau tunduk terhadap perintahnya. Karena letaknya yang tidak begitu jauh dengan pusat pergerakan Muawiya binAbi Sufyan, maka boleh dibilang kota ini sangat strategis bagi pertahanan Khalifah.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
      Demikialah makalah ini dibuat, sebagai cacatan penutup. Pemakalah dapat menarik suatu kesimpulan, antara lain:
1.      Ali ra. bekerja keras pada masa kekhilafahannya guna mengembalikan stabilitas dalam tubuh umat Islam.
2.      Diantara strategi Khalifah Ali bin Abu Tholib, yang berhasil dikembangkan adalah:
a.       Perkembangan di bidang pembangunan
b.      Perkembangan di bidang bahasa
c.       Perkembangan di bidang militer
d.      Perkembangan di bidang pemerintahan
e.       Memerangi khawarij
B.     Saran
Dalam makalah ini tentunya masih banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan untuk penyempurnaan makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA
Ensiklopedia islam, cetakan ke- enam 1999, PT Ichtiar baru van hoaeve, Jakarta
Ensiklopedia islam, “ Ali bin Abi Thalib” Jilid I; jakarta: Ichtiar baru van hoaeve, 1994
Murad, Musthafa,” Kisah hidup ali bin abu thalib”, jakartal, zaman, 2012
Syalabi, “sejarah dan kebudayaan islam”, jakarta, pustaka al-husna, 1983

Ensiklopedia temotis dunia islam Khalifah 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Lahirnya Sosiologi

Opini Tentang Masalah Sosial dalam Masyarakat

LEMBAGA KEMENTRIAN (WIZARAH AL-TAFWIDH DAN WIZARAH AL-TANFIDZ)