Sejarah Lahirnya Sosiologi
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Lahirnya Sosiologi
...........Lahirnya Sosiologi
ini sangat berkaitan dengan terjadinya perubahan sosial masyarakat di
Eropa Barat dan pada masa Revolusi Industri (Inggris) dan
revolusi sosial (Prancis). Revolusi inilah yang pada awalnya diharapkan membawa
kehidupan yang modern bagi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Namun
pada kenyataannya, revolusi ini yang menyebabkan timbulnya berbagai
kekacauan dan disharmoni hubungan antar warga masyarakat. Dengan kata
lain, terjadinya kesenjangan dengan apa yang diharapkan dan apa yang ada
(Sitorus, 2000 : 5)[1]
Menurut Laeyendecker (1983
: 11-43) kelahiran sosiologi selain keedua revolusi yang di sebutkan tadi,
juga terkait dengan serangkaian perubahan jangka panjang yang melanda eropa
barat di abad pertengahan. Proses perubahan jangka panjang yang
didefinisikan Laeyendecker sebagai pendorong lahirnya sosiologi
adalah :
1. Tumbuhnya
kapitalisme pada akhir abad ke 15
2. Adanya
perubahan di bidang sosial dan politik
3. Perubahan
berkenaan dengan reformasi martin luther,
4. Kemudian
meningkatnya individualism
5. Lahirnya
ilmu pengetahuan modern
6. Dan
berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri
Sementara itu, Ritzer (1992: 6-9) menjelaskan, bahwa kekuatan
sosial yang mendorong pertumbuhan sosiologi ialah :
1. Adanya
revolusi politik
2. Revolusi
industry dan kemudian munculnya kapitalisme
3. Munculnya
sosialisme
4. Urbanisasi,
perubahan keagamaan dan perubahan ilmu
5. Perubahan
keagamaan,
6. Pertumbuhan
ilmu
Ibnu Khaldun, sarjana Arab yang lahir di Tunis adalah
tokoh politik praktis yang ternama dan salah seorang Bapak Sosiologi abad XIV
serta dikenal sebagai pemikir besar dunia. Bukunya “Muqaddimah” merupakan
karyanya yang monumental mengenai sejarah umat manusia dalam bahasan Sosiologi.
Dalam catatan sejarah, bahwasannya sosiologi ini lahir
untuk berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul pada masyarakat,
yaitu
a. Pengetahuan
tentang fenomena-fenomena kolektif. Dalam hal ini sosiologi dianggap dapat
memberikan pencerahan terhadap perilaku patologis (persaingan yang tidak sehat
dan saling menjatuhkan) sehingga dapat terwujudnya harmonisasi dan keselarasan
dalam masyarakat.
b. Sosiologi
bertujuan mendeskripsikan masyarakat dan fungsinya. Hal ini bermula dari
prinsip bahwa materi dasar kehidupan manusia adalah tindakan manusia itu
sendiri sebagai individu.
c. Kepedulian
manusia untuk memahami kehidupan sosial secara ilmiah dan
rasional sehingga sosiologi mampu membuktikan hukum-hukum fungsional dalam
masyarakat
d. Munculnya
kritik dalam masyarakat untuk mengungkapkan suatu tatanan social.
Berbagai
pertanyaan yang bersifat mendadar itu kemudian melahirkan sosiologi sebagai
ilmu pengetahuan. Sosiologi adalah ilmu pengetahuan termuda diantara ilmu-ilmu
sosial lainnya. Ilmu yang terlahir dari kondisi masyarakat yang penuh kekacauan
dan merupakan pertemuan antara tiga peristiwa revolusi, yaitu
Ø Revolusi
Politik (Revolusi Perancis)
Perubahan
masyarakat pada revolusi politik ini sangat luar biasa baik pada bidang
ekonomi, politik maupun sosial. Paham liberalisme yang muncul di berbagai
bidang seperti penerapan hukum dan undang-undang membuat pembagian
kelompok-kelompok dalam masyarakat terhapus sehingga semua bisa mendapatkan hak
sama dalam hukum.
Ø Revolusi
Ekonomi (Revolusi Industri)
Revolusi
Ekonomi terjadi pada abad 19. Pada masa ini paham kapitalisme berkembang di
berbagai sisi ekonomi mulai dari perdagangan, mekanisme proses dalam pabrik,
unit-unit produksi yang luas sampai terbentuknya kelas buruh dan terjadinya
urbanisasi. Dengan adanya perbedaan antara kelas buruh dan kelas majikan (penguasa)
maka kaum buruh terus tertindas.
Ø Revolusi
Intelektual (Rasionalisme, ilmu pengetahuan dan positivisme)
Paham
positivisme dicetuskan oleh Auguste Comte. Paham ini mengatakan bahwa segala
yang didunia ini didasarkan pada penjelasan ilmiah. Bahwa ilmu harus
berdasarkan data dan observasi yang bersifat empiris.
B.
Pengertian Sosiologi
C.
Sosiologi merupakan ilmu yang membicarakan tentang
masyarakat. Interaksi manusia dengan manusia lainnya dalam suatu
kelompok atau masyarakat, ilmu ini juga membicarakan kondisi lingkungan ataupun
sosial dalam masyarakat, struktur sosial, proses sosial, termasuk
perubahan-perubahan sosial dalam masyarakat.
Jadi dapat disimpulkan bahwasannya objek kajian
sosiologi adalah masyarakat. Yakni hubungan antara manusia dan proses
sebab akibat yang timbul dari hubungan masyarakat. Sosiologi ini merupakan
ilmu terapan yang menyajikan cara-cara untuk mempergunakan pengetahuan
ilmiahnya guna memecahkan masalah-masalah sosial yang ada dalam masyarakat.
Istilah Sosiologi pertama kali digunakan oleh
Aguste Comte (1789-1857) dan kemudian dikembangkan oleh Karl Marx (1818-1883),
Herbert Spencer (1820-1903), Emile Durkheim (1858-1917), dan tokoh lainnya.
Sebenarnya gagasan Comte dan Durkheim telah dikemukakan oleh filsuf besar
yunani kuno, seperti Plato (429-347 S.M), dan Aristoteles (384-322),
mereka berdua telah membicarakan mengenai masyarakat dan negara. Tetapi
gagasan mereka masih bersifat normatif, jadi menjelaskan masyarakat
dan negara itu hanya sebagai sesuatu yang bertindak dengan motivasi
kebijakan.[2]
D.
Teori Sosiologi Tentang Teori
Klasik dan Modern
a) Teori
Sosiologi Klasik
Beberapa
kekuatan sosial yang melatarbelakangi munculnya teori - teori sosial dan
sekaligus menjadi fokus perhatian para ahli sosial, diantaranya adalah revolusi
politik, revolusi industri, perkembangan kapitalisme, perkembangan sosialisme,
feminisme, urbanisasi, perubahan agama, serta pertumbuhan ilmu pengetahuan.
Perkembangan teori - teori sosial tersebut tidak hanya terjadi di satu negara,
tetapi dibeberapa negara terutama yang terjadi dikawasan Eropa Barat,
diantaranya adalah di Prancis, Jerman, Italia, dan Inggris.
Perubahan
berupa revolusi sosial politik serta kebangkitan kapitalisme membawa dampak -
dampak yang tidak saja bersifat positif tetapi juga memunculkan masalah -
masalah sosial baru. Hal ini telah memacu para ahli sosial dan filsafat untuk
menemukan kaidah - kaidah baru yang terkait dengan perkembangan teori sosial
dan sekaligus sebagai suatu upaya dalam memahami dan menanggulangi masalah -
masalah sosial tersebut, serta mengarahkan bagaimana bentuk masyarakat yang
diharapkan di kemudian hari. Seperti perkembangan kehidupan politik (Revolusi
Prancis sejak tahun 1789) menjadi cikal bakal perkembangan teori sosiologi di
Prancis. Demikian pula, pertumbuhan kapitalisme di Inggris telah memacu
munculnya pemikiran - pemikiran baru dibidang sosial.
Teori
Klasik menurut para tokoh ternama :
1.
Aguste Comte
Perjalanan
Hidup dan Karya Comte serta Pandangannya tentang Ilmu Pemgetahuan Aguste Comte
adalah seseorang yang untuk pertama kali memunculkan istilah “sosiologi” untuk
memberi nama pada satu kajian yang memfokuskan diri pada kehidupan sosial atau
kemasyarakatan. Saat ini Sosiologi menjadi suatu ilmu yang diakui untuk
memahami masyarakat dan telah berkembang pesat sejalan dengan ilmu - ilmu
lainnya. Dalam hal itu, Aguste Comte diakui sebagai “Bapak” dari sosiologi.
Aguste Comte pada dasarnya bukanlah orang akademisi yang hidup di dalam kampus.
Perjalanannya
didalam menimba ilmu tersendat - sendat dan putus di tengah jalan. Berkat
perkenalannya dengan Saint - Simon, sebagai sekretarisnya, pengetahuan Comte
semakin terbuka, bahkan mampu mengkritisi pandangan-pandangan dari Saint-Simon.
Pada
dasarnya Auguste Comte adalah orang pintar, kritis, dan mampu hidup sederhana
tetapi kehidupan sosial ekonominya dianggap kurang berhasil. Pemikirannya yang
dikenang orang secara luas adalah filsafat positivisme, serta memberikan
gambaran mengenai metode ilmiah yang menekankan pada pentingnya pengamatan,
eksperimen, perbandingan, dan analisis sejarah. Pemikiran Auguste Comte Tentang
Individu, Masyarakat, dan Perubahan Sosial Perkembangan masyarakat pada abad
ke-19 menurut Comte dapat mencapai tahapan yang positif (positive stage).
Tahapan ini diwarnai oleh cara penggunaan pengetahuan empiris untuk memahami
dunia sosial sekaligus untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik. Sosiologi
adalah menyelidiki hukum - hukum tindakan dan reaksi terhadap bagian - bagian
yang berbeda dalam sistem sosial, yang selalu bergerak berubah secara bertahap.
Hal ini merupakan hubungan yang saling menguntungkan (mutual relations) diantara
unsur - unsur dalam suatu sistem sosial secara keseluruhan.
2.
Emile Durkheim
Sosiolog
besar ini dilahirkan di Epinal diprovinsi Lorraine di Perancis Timur
pada 15 April 1885, sejumlah empat buku yang telah ditulis Durkheim untuk
mengukuhkan dirinya sebagai seorang sosiolog yang terkenal, bukunya yang
pertama adalah yang berjudul ”one the-division of social labor” yang
diterbitkan tahun 1893. Dua tahun kemudian pada tahun 1895 terbit buku keduanya
“the rules of socuological method” dan buku ketiganya “suicide” terbit pada
tahun 1897 sedangkan buku yang keempat atau karyanya yang terakhir “the
elemententary forms of religious life” terbit pada tahun 1912.[3]
Durkheim
sangat termashur dengan kerangka teorinya tentang adanya “jiwa kelompok” yang
mempengaruhi jiwa individu. Dia mengatakan bahwa ada dua macam kesadaran yaitu
kolektip dan individual conciousness. Durkheim menyatakan ada dua sifat yang
dimiliki oleh kesadaran kolektif yaitu sifatnya yang exterior dan
sifatnya yang konstarint didalam exterior kesadaran kolektif berada diluar
individu manusia dan yang yang masuk ke dalam individu tersebut dalam
perwujuadan sebagai aturan - aturan moral, agama, tentang baik dan buruk dan
lain sebagainya.
Sedangkan
dalam sifat nya yang konstraint kesadaran kolektif tersebut memiiki daya
memaksa terhadap individu - individu manusia pelanggaran yang dilakukan oleh
anggota masyarakat terhadap kesadaran - kesadaran kolektif ini akan
mengakibatkan adanya sangsi - sangsi hukuman terhadap anggota masyarakat yang
bersangkutan. Dengan demikian kesadarn kolektif itu adalah suatu konsensus
masyarakat yang mengatur hubungan sosial diantara masyarakat yang
bersangkutan. Kesadaran kolektif ini merupakan bentuk tertinggi dari kehidupan
psikis / kejiwaan dan merupakan suatu ‘kesadaran dari kesadaran yang berada di
luar dan di atas individu - individu dan dengan kesadaran yang demikian
itu maka masyarakat adalah merupakan suatu yang lebih baik dari pada individu.
3.
Karl Marx
Sebagai
seorang filusuf, nama Marx mungkin berdengung diseluruh dunia dengan kehebatan
yang luar biasa. Bahkan lebih dari itu, Marx dikenal pula sebagai seorang
pemikir dalam banyak bidang ilmu. Mulai dari lapangan ekonomi sampai kepada
sosiologi. Filsuf yang di lahirkan pada tanggal 5 mei 1818 di kota trier di
tepi sungai rhine ini sesungguh nya keturunan seorang borjuis, karya Marx yang
pertama kali yang dapat dicatat adalah di sertasinya sendiri di Universitas
jana, yang berjudul On the differences between the natural philoshopy of
democritus and epicurus (1841) dimana sesungguhnya dia sudah mulai menyerang
konsep - konsep agama dan karya - karya Marx tidaklah terbilang banyak nya.
Mulai dari “The Mesery of philophy, The Poverty of philosophy”, sampai
kepada Manifesto Komunis dan Das Kapital. Buku yang di sebut terakhir ini
justru merupakan buku yang paling termashur.
Sejarah
kehidupan manusia kata Marx, tidak lebih dari pertentangan antar kelas, atau
antar golongan, mulai dari golongan atau kelas yang berdiri dari orang-orang
yang bebas merdeka dari budak - budak, sampai kepada pertentangan antara kelas
penindas dengan yang ditindas. Disinilah keistimewan Marx sebenarnya, yang
melihat adanya suatu pertikaian abadi yang menandai sejarah perkembangan
manusia.
b) Teori
Sosiologi Modern
Teori Sosiologi modern berbeda dari teori
sosiologi klasik. Teori sosiologi klasik memusat kan analisanya pada pemikiran
tokoh - tokoh sosiologi sedangkan teori - teori sosiologi modren
memusatkan analisanya pada aliran sosiologi pergeseran dari para ahli teori sosiologi
secara idividual kedalam aliran - aliran sosiologi menunjukkan bahwa sosiologi
mengalami perubahan. Pada awal perkembangannya, sosiologi itu di dominasi oleh
para ahli termasyur secara individual, seperti Comte, Marx, Durkheim, Weber,
ataupun Simmel. Tetapi dewasa ini analisa sosiologi lebih terarah kepada aliran
- aliran.
E.
Sejarah Lahirya Antropologi
1. Fase
pertama(Sebelum 1800)
Dengan Kedatangan Bangsa Eropa barat ke benua Afrika, Asia, dan
Amerika selama 4 abad. sejak abad ke-15 hingga awal abad ke-16 membawa pengaruh
bagi berbagai suku bangsa ketiga benua tersebut. Bersamaan dengan itu mulai
terkumpul tulisa buah tangan para musafir, pelaut, pendeta penyiar agama
nasrani, penerjemah kitab injil, dan pegawai pemerintahan jajahan dalam bentuk
kisah perjalanan, laporan dan sebagainya. Dalam buku-buku tersebut terdapat
berbagai pengetahuan berupa diskripsi tentang adat istiadat, susunan,
masyarakat, dan ciri-ciri fisik dari beragam suku bangsa baik di Afrika, Asia,
Oseania (yaitu kepulauan di laut teduh) maupun suku bangsa Indian, penduduk
pribumi Amerika. Bahan deskripsi itu disebut ‘etnografi’ dari kata ethos yang
berarti bangsa sangat menarik bagi orang-orang eropa pada waktu itu.
Akan tetapi, deskripsi tersebut sering kali tidak
jelas/kabur, tidak teliti, dan hanya memperhatikan hal-hal yang tampak aneh
bagi mereka. Selain itu ada tulisan yang baik dan teliti. Kemudian dalam
pandangan kalangan terpelajar di Eropa Barat timbul tiga macam sikap yang
bertentangan terhadap bangsa Afrika, Asia,Oseania, dan orang-orang Indian di
Amerika tadi, yaitu:
Ø Ada
yang berpandangan bahwa orang-orang itu bukan manusia sebenarnya, melainkan
mereka manusia liar, keturunan iblis dan sebagainya. Dengan demikian
timbul istilah-istilah seperti iblis dan sebagainya. Karena itulah timbul
istilah-istilah seperti savages, primitives, untuk menyebut bangsa-bangsa tadi.
Ø Pandangan
bahwa masyarakat pribumi adalah contoh dari masyarakat yang masih murni, belum
mengenal kejahatan dan keburukan seperti yang ada dalam masyarakat
bangsa-bangsa Eropa Barat waktu itu.
Ø Ada
yang tertarik akan adat-istiadat yang aneh, dan mulai mengumpulkan benda-benda
kebudayaan dari suku-suku bangsa di Afrika,Asia, Oseania, dan Amerika pribumi
tadi itu. Kumpulan-kumpulan pribadi itu ada yang dihimpun jadi satu, supaya
dapat dilihat oleh umum, dengan demikian timbul museum-museum pertama tentang
kebudayaan bangsa-bangsa di luar Eropa.
Pada
permulaan abad ke-19 perhatian terhadap himpunan pengetahuan tentang
masyarakat, adat-istiadat dan ciri-ciri fisik bangsa-bangsa di luar Eropa dari
pihak dunia ilmiah menjadi sangat besar, demikian besarnya sehingga timbul
usaha-usaha pertama dari dunia ilmiah untuk mengintegrasikan seluruh himpunan
bahan pengetahuan etnografi tadi menjadi satu.
2. Fase
kedua (kira-kira pertengahan abad ke 19)
Integrasi yang sungguh-sungguh baru, timbul pada
pertengahan abad ke-19. Dengan terbitnya Karangan-karangan yang tersusun berdasarkan
cara berfikir evolusi masyarakat. Yaitu , masyarakat dan kebudayaan menusia
telah berevolusi dengan sangat lambat yakni dalam jangka waktu beribu-ribu
tahun lamanya, dan tingkat-tingkat yang rendah, melalui beberapa tingkat
antara, sampai ke tingkat-tingkat. Bentuk masyarakat dan kebudayaan seperti
yang hidup di Eropa Barat kala itu. Semua bentuk masyarakat dan kebudayaan dari
bangsa-bangsa di luar Eropa (oleh orang Eropa disebut primitive) dianggap
sebagai contoh dari tingkat kebudayaan lebih rendah, yang masih hidup sampai
sekarang sebagai sisa-sisa dari kebudayaan manusia zaman dahulu. Berdasarkan
cara berfikit tersebut, maka semua bangsa di dunia dapat digolongakan menurut
tingkat evolusi itu. Dengan timbulanya beberapa karangan sekitar tahun 1860,
yang mengklasifikasikan tentang beragam kebudayaan diseluruh dunia ke dalam
tingkat-tingkat evolusi tertentu. Maka muncul ilmu antropologi.
Kemudian selanjutnya lahir pula beberapa
karangan hasil penelitian tentang sejarah penyebaran kebudayaan-kebudayaan
bangsa-bangsa di muka bumi. Di sini pun kebudayaan bangsa-bangsa di luar Eropa
itu dianggap sebagai sisa-sisa dan contoh-contoh dari kebudayaan manusia yang
kuno sehingga dengan meneliti kebudayaan menusia yang kuno sehingga dengan
meneliti kebudayaan bangsa-bangsa di luar Eropa itu orang menambah pengetahuan
tentang sejarah penyebaran kebudayaan manusia.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa fase
perkembangannya yang kedua ini ilmu antropologi berupa suatu ilmu yang
akademikal, dengan tujuan yang dapat dirumuskan sebagai berikut: mempelajari
masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk mendapatkan suatu
pengertian tentang tingkat-tingkat kuno dalam sejarah evolusi dan sejarah
penyebaran kebudayaan manusia.
3. Fase
Ketiga (permulaan Abad ke-20)
Pada
permulaan abad ke-20, sebagian negara penjajah di Eropa berhasil untuk mencapai
kemantapan kekuasaannya di daerah jajahan di luar Eropa. Untuk keperluan
pemerintahan jajahannya tadi, yang waktu itu mulai berhadapan langsung dengan
bangsa-bangsa terjajah diluar Eropa, maka ilmu antropologi sebagai ilmu yang
justru mempelajari bangsa-bangsa di daerah-daerah di luar Eropa itu, menjadi
sangat penting. Berkaitan erat dengan itu dikembangkan pemahaman bahwa
mempelajari bangsa-bangsa di daerah di luar Eropa itu penting karena
bangsa-bangsa itu pada umumnya mesih mempunyai masyarakat yang belum kompleks
seperti masyarakat bangsa Eropa. Suatu pengertian tentang masyarakat yang tidak
kompleks akan menambah juga pengertian orang tentang masyarakat yang kompleks.
Suatu ilmu antropologi dengan sifat-sifat
seperti yang terurai tadi, terutama perkembangan di inggris sebagai negara
penjajah yang utama, ddan juga yang semua negara koloni lainnya. Amerika
Serikat pun bukan negara kolonial, tetapi telah mengalami berbagai masalah yang
berhubungan dengan suku-suku bangsa indian penduduk pribumi Benua Amerika,
kemudian terpengaruh oleh ilmu Antropologi yang baru tadi.
Dalam fase ketiga ini ilmu antropologi menjadi
suatu ilmu yang praktis, dan tujuannya dapat dirumuskan sebagai berikut:
mempelajari masyarakat dan kebudayaan suku-suku bangsa di luar Eropa, guna
kepentingan pemerintah kolonial dan guna mendapatkan suatu pengertian tentang
masyarakat masa kini yang kompleks.
4. Fase
keempat (sesudah kira-kira 1930)
Dalam
fase ini antropologi mengalami perkembangannya yang paling luas, baik mengenai
bertambahannya bahwa pengetahuan yang jauh lebih teliti, maupun mengenai
ketajaman dari metode-metode ilmiahnya. Selain itu kita lihat adanya dua
perubahan di dunia:
Ø Timbulnya
antipati terhadap kolonialisme terhadap Perang Dunia II.
Ø Cepat
hilangnya bangsa-bangsa primitif (dalam arti bangsa-bangsa asli dan terpencil
dari pengaruh kebudayaan Eropa-Amerika) yang sekitar tahun 1930 mulai hilang,
dan sesudah Perang Dunia II memang hampir tidak ada lagi bumi ini.
Proses-proses tersebut menyebabkan ilmu antropologi seolah-olah kehilangan
lapangan-lapangan penelitian dengan pokok dan tujuan yang baru.
Adapun
warisan dari fase-fase perkembangan semula, Yaitu yang pertama, kedua, dan
ketiga, berupa bahan etnografi dan banyak metode ilmiah, tentu tidak dibuang
sedemikian saja, tetapi menjadi umum di negara-negara lain juga setelah tahun
1951, ketika 60 orang tokoh ahli antropologi dari berbagai negara di Amerika
dan Eropa (termasuk Uni Soviet), mengadakan suatu simposium internasional untuk
meninjau dan merumuskan pokok tujuan dan ruang lingkup dari ilmu antropologi
yang baru itu.
Pokok atau sasaran dari penelitian para akli antropologi sudah sejak tahun
1930, memang tidak hanya suku-suku bangsa primitif yang tinggal di Benua Eropa
saja, tetapi sudah teralih kepada manusia di daerah pedesaan pada umumnya,
ditinjau dari sudut keragaman fisiknya, masyarakatnya, serta kebudayaannya. Dalam
hal itu, perhatian tidak hanya tertuju kepada penduduk daerah pedesaan di luar
benua Eropa, tetapi juga kepada suku-suku bangsa di daerah pedesaan di Eropa
(seperti suku-suku bangsa Soami, Flam, Lapp, Albania, Irlandia, penduduk
pegunungan Sierra dan lain-lain), dan kepada penduduk beberapa kota kecil di
Amerika Serikat (Middletown, Jonesville dan lain-lain).
Mengenai tujuannya, ilmu antropologi yang baru dalam fase-perkembangan yang
keempat ini dapat di bagi dua, yaitu tujuan akademikal dan tujuan praktisnya.
Tujuan akademiknya adalah mencapai pengertian tentang makhluk manusia pada
umumnya dengan mempelajari keragaman bentuk fisiknya, masyarakat, serta
kebudayaannya. Karena di dalam praktik ilmu antropologi biasanya mempelajari
masyarakat suku-bangsa, maka tujuan praktisnya adalah mempelajari manusia dalam
keragaman masyarakat suku bangsa guna membangun masyarakat suku bangsa itu.
5. Pengertian
antropologi
Antropologi
berasal dari kata anthropos yang artinya "manusia", dan logos
yang berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis
sekaligus makhluk sosial. Antropologi merupakan cabang ilmu pengetahuan sosial
yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi
ini lahir dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik,
adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa. Antropologi
lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam
arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang sama, antropologi mirip
seperti sosiologi tetapi pada sosiologi lebih menitik beratkan pada masyarakat
dan kehidupan sosialnya.[4]
6. Teori-teori
Antropologi
a. Teori Evolusi Kebudayaan
1. Edward
Burnett Tylor
Menurut
Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks,yang di dalamnya
terkandung pengetahuan, kesenian, kepercayaan,moral, hukum,adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
2. Lewis
Henry Morgan
Menurut
Morgan, sebagaimana yang dikemukakanya dalam buku yang ditulis tahun 1877
tersebut,semua bangsa didunia telah menyelesaikan proses evolusinya yang
melalui lima tingkatan, yaitu :
1. Era
liar tua atau zaman paling awal sampai manusia menemukan api.
2. Era
liar madya atau sejak menemukan api sampai manusia menemukan senjata.
3. Era
liar muda atau sejak menemukan senjata sampai pandai membuat tembikar
dan masih berprofesi sebagai pemburu.
4. Era
barbar tua atau zaman sampai manusia mulai beternak dan bercocok taman.
5. Era
barbar madya atau zaman sampai manusia pandai membuat peralatan dari logam, era
barbar muda atau zaman sampai manusia mengenal tulisan,era peradaban purba, dan
era masa kini.
b. Teori
Difusi Kebudayaan
1. Franz
Boas
Unsur-unsur persamaan yang dimiliki oleh sebuah
kebudayaan sangat diperhatikan secara cermat untuk kemudian dimasukkan ke dalam
sebuah kategori yang disebutkan dengan dua istilah yang dikemukakan di atas.
dengan cara seperti ini maka akan diketahui unsur-unsur kebudayaan yang ada
dalam bergam kebudayaan manusia
7. Hubungan
Antropologi dan Sosiologi
a. Sosiologi
Sosiologi
dan ilmu politik merupakan disiplin ilmu dengan asal usul yang sama, dan telah
lama ilmu politik membahas tentang masyarakat dan negara. Sosiologi sebagai
ilmu sosial yang paling pokok dan umum sifatnya, membantu sarjana politik untuk
memahami latar belakang, susunan, dan pola kehidupan sosial dari berbagai
golongan dan kelompok masyarakat. Dengan menggunakan pengertian dan teori
sosiologi, para sarjana politik dapat mengetahui sampai dimana susunan dan
stratifikasi sosial dapat memengaruhi atau dipengaruhi.
Sosiologi menyumbangkan pengertian akan
adanya perubahan dan pembaruan dalam masyarkat. Sosiologi dan ilmu politik
mempelajari tentang negara, tetapi sosiologi menganggap negara adalah salah
satu lembaga pengendalian sosial. Sosiologi juga menganggap negara sebagai
salah satu asosiasi dalam masyarakat dan memerhatikan bagaimana anggota
asosiasi itu dapat memengaruhi sifat dan kegiatan negara. Dalam buku Goodin,
disebutkan bahwa ilmu politik banyak meminjam konsep sosiologi, seperti
akomodasi, asimilasi, integrasi sosial, dan sebagainya.
b. Antropologi
Jika sosiologi memberikan analisis
terhadap kehidupan sosial secara menyeluruh, maka antropologi menyumbangkan
pengertian dan teori tentang kedudukan dan peran berbagai satuan sosial dan
budaya yang lebih kecil dan sederhana. Antropologi lebih memusatkan perhatian
pada masyarakat di desa dan pedalaman. Bagi seorang sarjana ilmu politik,
kesadaran akan kenyataan masyarakat yang terdiri dari berbagai suku bangsa yang
masing-masing mempunyai daerah asal dan kebudayaan berbeda memungkinkannya
untuk melaksanakan beberapa penelitian khusus, seperti seberapa besar keragaman
sosial masyarakat terhadap corak dan gaya kehidupan politik di masing-masing
tempat. Dengan begitu, antropologi dapat digunakan oleh ilmu politik untuk
penelitian hubungan internasional dan memahami politik internasional, karena
antropologi membahas hubungan antar berbagai jenis suku. Antropologi telah
berpengaruh dalam bidang metodologi penelitian ilmu politik. Salah satu
pengaruh yang amat berguna dan terkenal serta kini sering dipakai dalam ilmu
politik ialah metode peserta pengamat(participant observer). Penelitian semacam
ini memaksa sarjana ilmu politik untuk meniliti gejala-gejala kehidupan sosial
“dari dalam” masyarakat yang menjadi objek penelitiannya.
Daftar
Pustaka
Basrowi. 2005. pengantar
sosiologi. Bogor: Ghalia Indonesia
Haryanto,
Dany. 2011. Pengantar Sosiologi Dasar. Jakarta : Prestasi
Pustaka Publisher
Koentjaraningrat. 2005. pengantar
antropologi –jilid I, Jakarta: PT. Rineka Cipta
[1] Dany Haryanto, 2011
[2] Basrowi, 2005
[3] Koentjaranigrat, 2005
[4] Barnow, 1966
Komentar
Posting Komentar