SEJARAH PERADABAN ISLAM TENTANG DINASTI BANI UMAYYAH
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji syukur selalu kami panjatkan kehadiratbAllah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat,
taufik, hidayah, serta inayah-Nya kepada kami, sehingga kami bisa menyelesaikan
tugas penyusunan Makalah Sejarah Kebudayaan Islam dengan judul Sejarah Peradaban
Islam Pada Masa Dinasti umayyah.
Kami selaku penyusun makalah menyampaikan
ucapan terima kasih kepada Ibu Dr
Inayatillah, S.Ag., M.Ag. selaku dosen mata kuliah Sejarah Kebudayaan Islam yang
telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini, orang tua
yang selalu mendukung kelancaran tugas kami, serta pada anggota kelompok 2 yang selalu kompak dan konsisten dalam
penyelesaian tugas ini.
Dalam makalah dengan tema Sejarah Peradaban
Islam Pada Masa Bani umayyah ini, kami akan membahas tentang Sejarah berdirinya Bani
umayyah, Khalifah – khalifah bani umayyah, Masa kemajuan Bani umayyah dan Masa
kemunduran Bani umayyah.
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami tidak menutup diri dari para
pembaca akan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan dan
peningkatan kualitas penyusunan makalah kedepan.
Dan kami berharap, semoga makalah ini bisa
memberikan suatu kemanfaatan bagi kami penyusun dan para pembaca semuanya.
Amin.
Banda
Aceh, 20 oktober 2016
Tim penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................. 2
DAFTAR ISI............................................................................................ 3
BAB I
PENDAHULUAN......................................................................... 4
A.
LATAR BELAKANG..................................................... 4
B.
RUMUSAN MASALAH.................................................. 4
C.
TUJUAN PEMBAHASAN.............................................. 4
BAB II
PEMBAHASAN.......................................................................... 5
A.
SEJARAH BERDIRINYA BANI UMAYYAH.............. 5
B. KHALIFAH –
KHALIFAH BANI UMAYYAH............. 6
C. MASA KEMAJUAN
BANI UMAYYAH....................... 10
D.
MASA KEMUNDURAN BANI UMAYYAH................. 24
BAB III
PENUTUP.................................................................................. 26
A.
KESIMPULAN................................................................ 26
B. DAFTAR PUSTAKA...................................................... 26
A. Latar Belakang
Bangsa
yang maju dan beradap adalah bangsa yang tidak terlepas dari beradaban (civilization)
dan memakaikan agama (religion) sebagai baju bangganya, HAR. Gibb
(1859-1940) mengatakan, Islam is a complete civilization (Islam
adalah sebuah peradaban yang sempurna). Meskipun demikian, kenyataannya
masyarakat masih banyak yang belum mengerti betul apa itu peradaban dan Islam
sebagai agama yang sempurna belum masuk di hati bangsa ini.
Nilai-nilai Islam dapat ditemukan di
tengah-tengah non-Muslim, dan sebaliknya nilai-nilai non-Muslim banyak
ditemukan pada masyarakat Islam. Mengapa? Karena masyarakat Muslim sekarang
sudah banyak melakukan penyimpangan-penyimpangan yang membuat Islam sendiri
runtuh dari nilai tauhidnya.
Dalam
perkembangan dan tuntutan zaman yang semakin lama dikuasai oleh non-Muslim,
alangkah baiknya, sebagai negara yang menghormati peradaban dan sejarah.
Khususnya Muslim ditekankan mengetahuai sejarah-sejarah nenek moyang yang sudah
mendahuluinya sebagai bahan renungan dan pembelajaran.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di
atas, ada empat rumusan
masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana
sejarah berdirinya sejarah dinasti Bani Umayyah?
2.
Siapa
sajakah khalifah-khalifah dinasti Bani Umayyah?
3.
Bagaimana
masa kemajuan dinasti Bani Umayyah?
4.
Bagaimana
masa kemunduran dinasti Bani Umayyah?
C.
Tujuan
Pembahasan
1.
Mengetahui
sejarah berdirinya dinasti Bani Umayyah.
2.
Mengenal
siapa saja khalifah-khalifah dinasti Bani Umayyah.
3.
Mengetahui
masa kemajuan dinasti Bani Umayyah.
4.
Mengetahui
masa kemunduran dinasti Bani Umayyah.
A. Sejarah Berdirinya Bani Umayyah
Setelah pemerintahan Khulafaurrasyidin berakhir,
maka Bani Umayyah muncul yang dibentuk oleh Muawiyah bin Abi Sufyan. Bani
Umayyah diakui secara resmi melanjutkan khilafah Islam setelah berakhirnya
sengketa antara Hasan bin Ali dengan Muawiyah bin Abi Sofyan sebagai lambang
penguasa Daulah Umayyah. Dalam sistem pemerintahan, Bani Umayyah telah mengubah sistem
suksesi kepemimpinan dengan jalan musyawarah menjadi monarkhi atau sistem
kerajaan yang diwariskan secara turun temurun. Hal ini dapat dilihat dari sikap
Muawiyah mengangkat anaknya sendiri Yazid, sehingga pada umumnya sejarawan
memandang negative terhadap Muawiyah karena pada awal keberhasilan memperoleh
legalitas atas kekuasaannya dalam perang di Shiffin dicapai melalui arbitrase.
Kekuasaan Bani Umayyah berumur kurang
lebih 90 tahun. Ibukota Negara dipindahkan Muawiyah dari Madinah ke Damaskus,
tempat ia berkuasa sebagai gebernur sebelumya. Khalifah-khalifah besar dinasti
Bani Umayyah ini adalah Muawiyah ibn Abi Sufyan (661-680 M), Abd al-Malik ibn
Marwan (685-705 M), al-Walid ibn Abdul Malik (705-715 M), Umar ibn Abd
al-Aziz(717-720 M) dan Hasyim ibn Abd al-Malik (724-743 M).
Wilayah Islam dimasa Bani Umayyah sangat
luas, daerah ini meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syiria, Palestina, Jazirah
Arabiah, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang
disebut Pakistan, Purkmenia, Uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah.
Di samping ekspansi kekuasaan Islam, Bani
Umayyah juga berjasa dalam pembanguan diberbagai bidang seperti bidang politik,
sastra, ilmu pengetahuan, ekonomi dan administrasi.
Luas wilayah Islam dimasa Bani Umayyah
memunculkan masalah-masalah baru, di samping masalah yang ada sebelumnya.
Kejayaan Bani Umayyah ternyata menyimpan benih-benih perpecahan yang dalam
sejarah mampu meruntuhkan kejayaan tersebut.
Dengan melihat latar belakang di atas,
penulis akan menjelaskan bagaimana perkembangan Bani Umayyah serta
kemundurannya yang membawa kehancuran pada dinasti tersebut.
B.
Khalifah-Khalifah Bani Umayyah
Para sejarawan umumnya sependapat bahwa khalifah terbesar dari daulah
Umayyah ialah Muawiyyah, Abdul Malik dan Umar bin Abdul aziz. Masa Kekuasaan Dinasti Umayyah hampir satu abad,
tepatnya selama 90 tahun, dengan 14 orang khalifah. Adapun urutan khalifah
umayyah adalah sebagai berikut:
1.
Muawiyyah I bin Abi Sufyan (41-60
H/661-679M)
Muawiyyah bin Abi sufyan adalah bapak pendiri Dinasti Bani Umayyah
dialah tokoh pembangunan yang besar. Muawiyyah mendapat kursi kekuasaan setelah
Hasan bin Ali bin Abi Thalib berdamai dengannya pada tahun 4 H, karena Hasan
menyadari kelemahannya sehingga ia berdamai dan menyerahkan kepemimpinan umat
kepada Muawiyyah sehingga tahun itu dinamakan ‘Amul Jama’ah, tahun persatuan. Muawiyyah
dibaiat oleh umat Islam di kufah. Diantara jasa-jasa Muawiyyah ialah mengadakan
dinas pos dengan menggunakan kuda-kuda yang selalu siap
di tiap pos. Ia juga berjasa mendirikan kantor cap (percetakan mata uang), dan
lain-lain. Muawiyyah wafat pada tahun 60 H di Damaskus karena sakit dan
digantikan oleh anaknya
Yazid.
2.
Yazid I bin Muawiyyah
(60-64H/679-683M)
Yazid tidak sekuat ayahnya dalam
memerintah, banyak tantangan yang dihadapinya, antara lain ialah membereskan
pemberontakan kaum Syi’ah yang telah membaiat Husein sepeninggal Muawiyyah.
Terjadi perang di karbala yang menyebabkan terbunuhnya Husain. Yazid menghadapi
para pemberontak di Mekkah dan Madinah dengan keras. Dinding ka’bah runtuh
dikarenakan terkena lemparan manjaniq, peristiwa tersebut merupakan aib besar
terhadap masanya. Yazid wafat pada tahun 64 H setelah memerintah 4 tahun dan
digantikan oleh anaknya, Muawiyyah II
3.
Muawiyyah II bin Yazid (64
H/683M)
Ia hanya memerintahkan kurang
lebih 40 hari, dan meletakkan jabatan sebagai khalifah tiga bulan sebelum
wafatnya. Ia mengalami tekanan jiwa berat karena tidak sanggup memikul tanggung
jawab jabatan khalifah yang sangat besar tersebut. Dengan wafatnya, maka
habislah keturunan Muawiyyah dalam melenggangkan kekuasaan dan berganti ke Bani
Marwan.
4.
Marwan I bin Hakam (64-65 H/683-684M)
Ia adalah gubernur Madinah di
masa Muawiyyah dan penasihat Yazid di Damaskus di masa pemerintahan putra
pendiri daulah Umayyah itu. Ia di angkat menjadi khalifah karena dianggap orang
yang dapat mengendalikan kekuasaan karena pengalamannya. Ia dapat menghadapi
kesulitan satu demi satu dan dapat mengalahkan kabilah Ad-Dahak bin Qais,
kemudian menduduki mesir. Marwan menundukan palestina, hijaz, dan irak. Namun
ia cepat pergi
hanya memerintah 1 tahun, ia wafat pada tahun 65 H dan menunjuk anaknya Abdul
Malik dan Abdul Aziz sebagai pengganti sepeninggalannya secara berurutan.
5.
Khalifah Abdul Malik
(65-86H/684-705M)
Dia adalah orang kedua yang
terbesar dalam deretan para khalifah Bani Umayyah yang disebut-sebut sebagai
‘pendiri kedua’ bagi kedaulatan Umayyah. Ia dikenal sebagai seorang khalifah
yang dalam ilmu agamanya,
terutama di bidang fiqh. Ia telah berhasil mengembalikan sepenuhnya integritas
wilayah dan wibawa kekuasaan keluarga Umayyah dari segala pengacau negara yang
merajalela pada masa-masa sebelumnya. Mulai dari gerakan sparatis Abdullah bin
Zubair di Hijaz, pemberontakan kaum Syi’ah dan Khawarij, sampai kepada aksi
teror yang dilakuakn oleh Al-Mukhtar bin Ubaid As-Saqafy di wilayah kufah, dan
pemberontakan yang di pimpin oleh Mus’ab bin Zubair di Irak.
Ia juga menundukan tentara Romawi
yang sengaja membuat keguncangan sendi-sendi pemerintahan Umayyah. Ia
memerintahkan menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa Administrasi di wilayah
Umayyah, ia juga memerintahkan untuk mencetak uang secara teratur, membangun
beberapa gedung, dan masjid serta slauran-saluran air, memajukan perdagangan,
memperbaiki sistem ukuran timbang, takaran dan keuangan dan menyempurnakan
tulisan huruf Al-Qur’an dengan titik pada huruf-huruf tertentu.
Khalifah
abdul Malik memerintah selam 21 tahun dan wafat 86 H dan di ganti oleh putranya
Al-Walid
6.
Al Walid I bin Abdul Malik
(86-96H/705-714M)
Memerintah 10 tahun lamanya. Pada masa pemerintahannya, kekayaan dan
kemakmuran merintah ruah. Kekuasaan Islam melangkah ke Spanyol di bawah
pimpinan pasukan Thariq bin Ziyad ketika afrika utara dipegang oleh gubernur
Musa bin Nushair. Karena kekayaan melimpah maka ia sempurnakan pembanguna
gedung-gedung, pabrik-pabrik, dan jalan-jalan yang dilengkapi dengan sumur
untuk para khalifah yang berlalu lalang di jalan tersebut. Ia membangun masjid
Al-Amawi yang terkenal hingga masa kini di Damaskus. Di samping itu, ia menggunakan kekayaan negerinya untuk
menyantuni para yatim piatu, fakir miskin, dan penderita cacat seperti orang
lumpuh, buta, dan sakit kusta. Khalifah Walid bin Absul Malik wafat tahun 96 H
dan digantikan oleh adiknya, Sulaiman.
7.
Sulaiman bin Abdul Malik
(96-99H/714-117M)
Dia tidak
sebijak kakaknya, ia kurang bijaksana, suka harta sebagaimana yang
diperlihatkan ketika ia menginginkan harta rampasan perang (ghanimah) dari
Spanyol yang dibawa oleh Musa bin Nushair.
Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik
dibenci oleh rakyatnya karena tabiatnya yang kurang bijaksana itu. Para pejabatnya terpecah belah,
demikian pula masyarakatnya. Orang-orang yang berjasa di masa para pendahulunya
disiksanya, seperti keluarga Hajjaj bin Yusuf dan Muhammad bin Qasim yang
menundukan India. Ia meninggal pada tahun 99 H dan menunjuk Umar bin Abdul Aziz
sebagai penggantinya.
8.
Umar bin Abdul Aziz.
(99-101H/717-719M)
Adapun khalifah yang besar ialah Umar bin Abdul Aziz. Meskipun masa
pemerintahannya sangat singkat, nama Umar merupakan ‘lembaran putih’ Bani
Umayyah dan sebuah periode yang berdiri sendiri, mempunyai karakter yang tidak
terpengaruh oleh berbagai kebijaksanaan daulah Bani Umayyah yang banyak
disesali. Ia merupakan personifikasi seorang khalifah yang takwa dan bersih,
suatu sikap yang jarang sekali ditemukan pada sebagian besar pemimpin Bani
Umayyah.
Khalifah yang adil ini adalah
putra Abdul Aziz, gubernur Mesir. Ia lahir di Hilwan dekat Kairo, atau Madinah
menurut sumber lain. Rupanya keadilannya menurun dari Khalifah Umar bin
Khatab yang menjadi kakeknya dari jalur ibunya. Ia menghabiskan waktunya di
Madinah untuk mendalami ilmu Agama Islam, khususnya ilmu hadis dan ketika ia
menjadi khalifah ia memerintahkan kaum Muslimin untuk menuliskan hadis, dan
inilah perintah resmi pertama dari penguasa Islam. Umar adalah orang yang rapi
dalam berpakaian, memakai wewangian dengan rambut yang panjang dan cara jalan yang
tersendiri, sehingga mode Umar itu ditiru orang pada masanya.
Ia dikawinkan dengan Fatimah,
putri Abdul Malik, khalifah Umayyah yang sekaligus sebagi pamannya. Ia diangkat menjadi gubernur Madinah oleh
khalifah Al-Walid bin Abdul Malik, salah
seorang sepupunya. Tetapi ia dipecat dari jabatannya itu karena masalah putra
mahkota. Berbekal pengalamannya sebagai
pejabat, kaya akan ilmu dan harta, serta sebagi bangsawan Arab yang mulia, ia
diangkat sebagai Khalifah menggantikan Sulaiman, adik al-Walid. Khalifah Umar bin Abdul Aziz berubah tingkah
lakunya, ia menjadi seorang zahid, sederhana, bekerja keras, dan berjuang tanpa
henti sampai akhir hayatnya memerintah kurang lebih dua tahun.
Khalifah yang kaya itu menguasai
tanah-tanah perkebunan di Hijaj, Syiria, Mesir, Yaman dan Bahrain yang
menghasilkan kekayaan 40.000 dinar tiap tahun. Namun setelah menduduki jabatan
barunya Khalifah Umar bin Abdul Azizi mengembalikan tanah-tanah yang dihibahkan
kepadanya dan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lamanya serta menjual
barang-barang mewahnya untuk diserahkan hasil penjualannya ke baitul mal. Di
samping itu ia mengadakan perdamaian antara Amawiyah dan Syi’ah serta Khawarij,
menghentikan peperangan serta caci maki terhadap khalifah Ali bin Abi Thalib
dalam khutbah Jum’at dan diganti dengan bacaan ayat berikut :
“Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk mengerjakan
keadilan dan bijaksana, serta memberi kaum kerabat, dan Dia melarang perbuatan
keji, munkar dan aniaya. (QS An-Nahl : 90)
Khalifah yang adil itu berusaha memperbaiki
segala tatanan yang ada di
masa kekhalifahannya seperti menaikan gaji para gubernurnya, memeratakan
kemakmuran dengan memberi santunan kepada fakir miskin, dan memperbarui dinas
pos. Ia juga menyamakan kedudukan orang-orang non-Arab sebagai warga negara
kelas dua, dengan orang-orang Arab. Ia mengurangi beban pajak dan menghentikan
pembayaran jizyah bagi orang Islam baru. Khalifah Umar meninggal tahun 101 H dan di ganti
Oleh Yazid II bin Abdul Malik.
9.
Yazid II bin Abdul Malik
(101-105H/719-723M)
Pada masa pemerintahannya timbul lagi perselisihan antara kaum Mudariyah
dan Yamaniyah. Pemerintahan yang singkat itu mempercepat proses
kemunduran Bani Umayyah.
Kemudian diganti oleh Khalifah Hisyam bin Abdul Malik.
10.
Hisyam bin Abdul Malik (105-125H/723-745M)
Meskipun tidak secemerlang tiga khalifah yang masyur sebagimana tersebut
di atas. Ia memerintah dalam waktu yang panjang, yakni 20 Tahun. Ia dapat
dikategorikan sebagai khalifah Umayyah yang terbaik karena kebersihan
pribadinya, pemurah, gemar kepada keindahan, berakhlak mulia dan tergolong
teliti terutama soal keuangan, disamping bertaqwa dan berbuat adil. Pada masa
pemerintahannya terjadi gejolak yang dipelopori oleh kaum Syi’ah serta
bersekutu dengan kaum Abbasiyyah. Mereka menjadi kuat karena kebijaksanaan yang
diterapkan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang bertindak lemah lembut
terhadap semua kelompok. Dalam diri keluarga Umayyah sendiri terjadi
perselisihan tentang putra mahkota yang melemahkan posisi Umayyah.
Masih ada empat khalifah lagi
yang setelah Hisyam yang memerintah hanya dalam waktu tujuh tahun, yakni :
11.
Al-Walid II bin Yazid
(125-126H/742-743M)
12.
Yazid III bin Al-Walid
(126H/743M)
13.
Ibrahim bin Al-Walid
(126-127H/743-744M)
14.
Marwan bin Muhammad
(127-132H/744-750M)
Dia adalah penguasa terakhir yang
terkenal dengan julukan marwan al-himar (manusia keledai).
Karena kebesarannya yang luar biasa dan kesanggupannya menahan perasaan.
Sebenarnya ia adalah penguasa yang besar tapi sayang, ia muncul ketika daulat Bani Umayyah sedang merosot.
Dia wafat pada tahun 132 H/750 M terbunuh di
Mesir oleh pasukan Bani Abbasiyyah.
C.
Masa Kemajuan Bani Umayyah
Masa pemerintahan Bani Umayyah
terkenal sebagai era agresif, dimana perhatihan tertumpu pada usaha perluasan
wilayah dan penaklukan, yang terhenti sejak zaman kedua Khulafa’ Arrasyidin terakhir. Hanya dalam jangka waktu
90 tahun, banyak bangsa di empat penjuru
mata angin beramai-ramai masuk ke dalam kekuasaan Islam, yang meliputi tanah
Spanyol, seluruh wilayah Afrika Utara, Jazirah Arab, Syiria, Palestina,
sebagian daerah Anatholia, Irak, Persia, Afganistan, India, dan negeri-negeri
yang sekarang dinamakan Turkmenistan, Usbekistan, dan Kirgististan yang
termasuk Soviet dan Rusia.
Menurut Prof. Ahmad Syalabi,
Penaklukan militer di zaman Umayyah mencakup front tiga penting, yaitu sebagai
berikut:
Pertama, front
melawan bangsa Romawi di Asia kecil dengan sasaran utama pengepungan ke Ibukota
Konstantinopel, dan peneyrangan ke pulau-pulau di laut tengah.
Kedua, front
Afrika Utara. Selain menundukkan derah hitam Arfika, pasukan Muslim juga
menyebrangi selat Gibraltar, lalu masuk ke Spanyol.
Ketiga, front
timur menghadapi wilayah yang sangat luas, sehingga operasi ke jalur ini dibagi
menjadi dua arah. Yang satu menuju utara ke daerah-daerah di seberang sungai
Jihun (Amudarya). Sedangkan yang lainnya ke arah selatan menyusuri Syin,
wilayah India bagian Barat.
Saat-saat yang paling mengesankan
dalam ekspansi ini ialah terjadi pada paruh pertama dari seluruh masa
Kekhalifahan Bani Umayyah, yaitu ketika kedaulatan dipegang oleh Muawiyyah bin
Sofyan dan tahun-tahun terkahir dari zaman kekuasaan Abdul Malik. Diluar
masa-masa tersebut, usaha-usaha penaklukan mengalami degradasi atau hanya
mencapai kemenangan-kemenangan yang sangat tipis.
Pada masa pemerintahan Muawiyyah
diraih dalam kemajuan besar dalam perluasan wilayah, meskipun pada beberapa
tempat masih bersifat rintisan. Peristiwa
paling mencolok ialah keberaniannya mengepung kotaKonstantinopel melalui suatu ekspedisi yang di
pusatkan di kota pelabuhan Dardanela, setelah terlebih dahulu menduduki
pulau pulau di Laut Tengah seperti Rodhes, Kreta, Cyprus, Sicilia dan
sebuah pulau yang bernama Award, tidak jauh dari ibukota RomawiTimur itu. Di
belahan timur, Muawiyyah berhasil menaklukkan Khurasan sampai ke sungai Oxus
dan Afghanistan.
Ekspansi ke Timur yang telah
dirintis oleh Muawiyyah, lalu disempurkan oleh Khalifah Abdul Malik. Dibawah
komando gubernur Irak, Hajjaj bin Yusuf, tentara kaum Muslimin menyeberangi
sungai Amudaria dan mmenundukan Balk, Bukhoro, Khawarizm, Fargana, Samarkhand,
pasukan Islam juga melalui Makron masuk ke Balukhistan, Syin dan Punjab sampai
ke Multan, Islam menginjakkan kakinya untuk pertama kalinya di bumu India.
Kumudian tiba masa kekuasaan Al
Walid I yang disebut-sebut sebagai masa kemenangan yang luas. Pengepungan yang
gagal atas kota Knstantinopel di zaman Muawiyyah, dihidupkan kembali denagn
memberikan pukulan-pukulan yang cukup kuat. Walaupun cita-cita untuk
menundukkan ibukota Romawi tetap saja belum berhasil, tetapi tindakan itu
sedikit banyak berhasil menggeser kapal batas pertahanan Islam lebih jauh ke
depan, dengan menguasai basis-basis militer kerajaan Romawi di Mar’asy dan
‘Amuriah.
Prestasi yang lebih besar dicapai oleh Al-Walid I ialah di front Afrika Utara sekitarnya.
Setelah segenap tanah Afrika bagian Utara diduduki, pasukan Muslim di bawah
pimpinan Thariq bin Ziyad menyebrangi selat Gibraltar masuk ke Spanyol. Lalu
ibukotanya, Cordova segera dapat di rebut, menyusul kemudian kota-kota lain
seperti Sevilla, Elvira dan Toledo. Gubernur Musa bin Nushair kemudian
menyempurnakan penaklukan atas Tanah Eropa ini dengan menyisir kaki Pegunungan
Pyrenia dan menyerang Carolingian Prancis.
Berikut kemajuan-kemajuan semasa
Dinasti Umayyah berdasarkan
bidangnya masing-masing:
1.
Bidang Kemiliteran
Kemajuan masa pemerintahan Dinasti Bani Umayyah yang paling menomjol
adalah di bidang kemiliteran. Selama peperangan dengan militer Romawi pasukan
Arab mengambil tekhnik
kemiliteran mereka dan memadukannya dengan sistem pertahanan yang telah di
miliki sebelumnya. Pasukan Islam mendirikan tenda-tenda yang terdiri
dari 2-4 pintu dengan perlindungan benteng dan parit. Kuffah danBasroh merupakan basis militer untuk wilayah
timur, formasi kekuatan pasukan Muslim terbagi dua barisan. Barisan depan dan barisan belakang.
Seluruhnya terdiri lima lapisan, yakni satu lapisan pusat, dua lapisan pasukan
sayap, lapisan penyerbu , dan lapisan prtahanan. Kekuatan pasukan-pasukan Dinasti Umayyah ini telah mencatat
sukses-sukses besar dalam tugas-tugas ekspansi. Kemajuan kekuatan militer pada
masa ini juga di tandai dengan terbentuknya angkatan laut Islam oleh Muawiyyah.
Ia mengarahkan para pakar kelautan untuk merancang pembuatan galangan
perkapalan di pantai Syiria.
2.
Sistem Sosial
Terdapat empat kelompok masyarakat, yakni Arab Muslim. Mawalli, non
Muslim, dan kelompok Arab-Muslim menduduki kelas sosial tertinggi di sebabkan
karena mereka sebagai kelompok pendatang yang berkuasa, juga di karenakan
sistem aristokrasi. Namun pada prinsipnya mereka semua mendapat perlindungan
hak-hak secara penuh sehingga mereka dapat hidup dengan tenang dan damai.
Perbedaan yang menonjol adalah dalam hal beban kewajiban pajak. Hampir di katakan
tidak ada perselisihan antaragama. Yang muncul perselisihan antarsuku.
Contohnya kelompok Mudariyah dengan kelompok Arab Himyariyah.
3.
Kemajuan Arsitektur
Penguasa Dinasti Umayyah pada
umumnya mahir dalam seni arsitektur, mereka mencurahkan perhatiaanya demi
kemajuan bidang ini hasilnya adalah ssejumlah bangunan megah, Masjid
Baitul Maqdis di Yerussalem, yangn terkenal dengan kubah batunya (qubah
al-sakhra) didirikan pada masa Abdul Malik pada tahun 691 M. Ia adalah
masjid pertama yang di tutup kubah di atasnya. Dan juga masjid al Aqsa yang tidak kalah tinggi arsiteknya sebuah masjid terindah
yang terdapat di Damaskus yang didirikan oleh Walid bin Abdul Aziz. Ia juga
merehap masjid Madinah antara beberapa monument peninggalan Umayyah yang
terkenal adalah istana Qusayr
Amrah. Istana ini terbuat dari batu kapur yang berwarna kuning kemerah-merahan.
4.
Bidang Politik
Dalam bidang politik, Bani Muawiyyah menyusun tata pemerintahan yang
sama sekali baru. Guna untuk memenuhi tuntutan perkembangan wilayah dan administrasi
kenegaraan yang semakin kompleks. Selain mengangkat majelis penasehat sebagai
pendamping, khalifah Bani Umayyah dibantu oleh beberapa orang ‘ Al Kuttab “
(sekretaris) untuk membantu dalam pelaksanaan tugas , yang meliputi:
a.
Kartib ar-Rasail, yaitu sekertaris
yang bertugas menyelenggarakan administrasi dan surat menyurat dengan
pembesar-pembesar setempat.
b.
Kattib al Kharraj, sekertaris
yang bertugas menyelenggarakan penerimaan pemasukan dan penerimaan negara.
c.
Katib al Jundi, yaitu sekertaris
yang bertugas menyelenggarakan hal-hal yang berkaitan dengan ketentaraan.
d.
Katib as-Syurtah, yaitu
sekertaris yang bertugas menyelenggarakan pemeliharaan keamanan dan ketertiban.
e.
Katib al Qudat, yaitu sekertaris
yang bertugas menyelenggarakan tertib hukum melalui badan-badan peradilan dan hakim setempat.
Terbentuknya Dinasti Umayyah
merupakan gambaran awal bahwa umat Islam ketika itu telah kembali mendapatkan
identitasnya sebagai negara yang berdaulat, juga merupakan fase ketiga
kekuasaan Islam yang berlangsung selama lebih kurang satu abad (661 - 750 M).
Perubahan yang dilakukan, tidak hanya sistem kekuasaan Islam dari masa
sebelumnya (masa Nabi dan Khulafaurrasyidin) tapi juga perubahan-perubahan lain
di bidang sosial politik, keagamaan, intelektual dan peradaban.
1.
Dinamika Politik
Dalam awal perkembangannya,
Dinasti ini sangat kental diwarnai nuansa politiknya yaitu dengan memindahkan
ibukota kekuasaan Islam dari Madinah ke Damaskus. Kebijakan itu dimaksudkan
tidak hanya untuk kuatnya eksistensi Dinasti yang telah mendapat legitimasi
politik dari masyarakat Syiria, namun lebih dari itu adalah untuk pengamanan
dalam negeri yang sering mendapat serangan-serangan dari rival politiknya.
a.
Sistem Penggantian kepala Negara
bersifat Monarchi. Pemindahan sistem kekuasaan juga dilakukan Muawiyyah,
sebagai bentuk pengingkaran demokrasi yang dibangun masa Nabi dan Khalifah yang
empat. dari kekhalifahan yang berdasarkan pemilihan atau musyawarah menjadi
kerajaan turun menurun (monarch/ heridetis).
b.
Sistem Sosial (Arab dan Mawali).
Pada masa Nabi dan khalifah yang empat, keanggotaan masyarakat secara umum
dalam segala hal hanya dibatasi berdasarkan keagamaan, sehingga masyarakat
secara garis besar terdiri Muslim dan non Muslim, dan dalam memperlakukan
orang Islam sebagai mayoritas dapat dibedakan menurut dua kriteria,
pertama yang menjurus kepada hal-hal yang praktis dan seringkali diterapkan
pada kelompok, dan kreteria kedua berupa tindakan pengabdian kepada masyarakat
yang sifatnya tebih personal. Sebagai tambahan atas kedua kriteria itu, pada
Dinasti Umayyah syarat keanggotaan masyarakat harus berasal dari orang Arab,
sedangkan orang non-Arab setelah menjadi Muslim harus mau menjadi pendukung(mawali) bangsa
Arab. Dengan demikian masyarakat Muslim
pada masa Dinasti Umayyah terdiri dari dua kelompok, yaitu Arab dan Mawali.
Dikalangan
kaum Mawali lahirlah satu gerakan rahasia yang terkenal dengan nama
Asy-Syu’ubiyyah yang bertujuan melawan paham yang membedakan derajat kaum
Muslimin yang sebetulnya mereka bersaudara, dan yang membedakan hanyalah
ketaqwaan mereka serta banyak kaum Mawali yang bersikap membantu gerakan Bani
Hasyim turunan Alawiyah, bahkan juga memihak kaum Khawarij.
c.
Kebijaksanaan dan Orientasi
Politik. Selama lebih kurang 90 tahun Dinasti Bani Umayyah ini memerintah,
banyak terjadi kebijaksanaan politik yang dilakukan pada masa ini, seperti:
Ø
Pemisahan Kekuasaan. Terjadi
dikotomi antara kekuasaan agama (spiritual power) di tunjuklah
qadhi/ hakim dan kekuasaan politik (temporal power). Dapatlah
dipahami bahwa Mu’awiyah bukanlah seorang yang ahli dalam keagamaan sehingga
diserahkan kepada para Ulama.
Ø
Pembagian wilayah. Khalifah bin
Khattab terdapat 8 Provinsi, maka pada masa Bani Umayyah menjadi 10 Provinsi
Wilayah kekuasaan terbagi dalam 10 provinsi, yaitu:
·
Syiria dan Palestina;
·
Kuffah dan Irak;
·
Basrah, Persia, Sijistan,
Khurasan, Bahrain, Oman, Najd dan Yamamah;
·
Arenia;
·
Hijaz;
·
Karman dan India;
·
Egypt (Mesir);
·
Ifriqiyah (Afrika Utara);
·
Yaman dan Arab selatan, dan
·
Andalusia.
Ø
Bidang Administrasi Pemerintahan.
Di bidang pemerintahan, Dinasti membentuk semacam Dewan Sekretaris Negara
(Dewan al Kitabah) yang terdiri dari lima orang sekretaris yaitu : Katib ar
Rasail, Katib al Kharraj, Katib al Jund, Katib asy Syurtah dan katib al Qadi.[2] Untuk
mengurusi administrasi pemerintahan daerah di angkat seorang Amir al Umara
(Gubemur Jenderal) yang membawahi beberapaamir sebagai penguasa satu wilayah.
Pada masa Abdul Malik bin Marwan, jalannya
pemerintahan ditentukan, oleh empat departemen pokok (dewan) yaitu :
·
Dewan Rasail (istilah sekarang
disebut sekretaris jenderal). Dewan ini berfungsi untuk mengurus surat-surat
negara yang ditujukan kepada para gubernur atau menerima surat-surat dari
mereka. Ada dua macam sekretariat. Pertama, sekretariat negara
(dipusat) yang menggunakan bahasa Arab sebagai pengantar. Kedua, sekretariat
Provinsi yang menggunakan bahasa Yunani (Greek) dan Parsi sebagai bahasa
pengantarnya kemudian menjadi bahasa Arab sebagai pengantar ini terjadi setelah
bahasa Arab menjadi bahasa resmi di seluruh negara Islam.
·
Dewan al-Kharaj. Bertugas untuk
mengurus masalah pajak, yang dikepalai oleh Shahib al-Kharraj diangkat oleh
khalifah dan bertanggung jawab langsung kepada khalifah.
·
Dewan al-Barid. Merupakan badan
intelijen negara yang berfungsi sebagai penyampai berita-berita rahasia daerah
kepada pemerintah pusat. Pada masa pemerintahan Abdul Malik berkembang menjadi
Departemen Pos khusus urusan pemerintah.
·
Dewan al-Khatam (departemen
pencatatan). Setiap peraturan yang dikeluarkan oleh khalifah harus disalin di
dalam suatu register, kemudian yang asli harus disegel dan dikirim ke alamat
yang dituju.
Ø
Politik Arabisasi. Dengan tatanan
masyarakat yang homogin tersebut, menimbulkan ambisi penguasa Dinasti ini untuk
mempersatukan masyarakat dengan politik Arabisme,yaitu membangun bangsa Arab
yang besar dan sekaligus menjadi kaum Muslimin. Usaha-usaha ke arah itu antara
lain mewajibkan untuk membuat akte kelahiran masyarakat Arab bagi anak-anak
yang lahir di daerah-daerah penaklukan, kewajiban berbahasa Arab bagi penduduk
daerah Islam dan bahkan adat-istiadat
serta sikap hidup mereka diharuskan menjadi Arab. Pada masa Bani Umayyah (sejak
Khalifah Abd Malik bin Marwan), berkembang istilah Arabisasi artinya usaha-usaha
pengaraban
oleh Bani Umayyah di wilayah-wilayah yang dikuasai Islam. Bidang ini dilakukan
Bani Umayyah antara lain dalam pengangkatan kepala-kepala wilayah dari bangsa
Arab untuk ditempatkan pada wilayah-wilayah yang dikuasai. Di samping itu
ia mengajarkan bahasa Arab di seluruh wilayah Islam. Penerjemahan
buku-buku berbahasa asing ke dalam bahasa Arab.
Ø
Kebijakan politik Dinasti Umayyah
lainnya adalah upaya-upaya perluasan wilayah kekuasaan. Pada zaman Muawiyyah,
Uqbah bin Nafi' berhasil menguasai Tunis yang kemudian didirikan kota Qairawan
sebagai pusat kebudayaan Islam pada tahun 760 M. Di sebelah, Muawiyyah
memperoleh daerah Khurasan sampai ke Lahore di Pakistan. Di sebelah barat dan
utara diarahkan ke Bizantium dan dapat menundukkan Rhodes dan pulau-pulau lain
di Yunani. Pada tahun 48 H, Muawiyyah merencanakan penyerangan laut dan darat
terhadap Konstantinopel, tetapi gagal setelah kehilangan pasukan dan kapal
perang mereka.
Zaman Walid I, dengan
dibantu tiga orang pimpinan pasukan terkemuka sebagai penaduduk yaitu: Qutaybah
bin Muslim, Muhammad bin al Qasim dan Musa bin Nashir, ekspansi ke barat dan
mencapai keberhasilan. Ekspansi ke barat dilakukan oleh Musa bin Nashir,
berhasil menundukkan Aljazair dan Maroko, kemudian ia mengangkat Tariq bin Ziyad
sebagai wakilnya untuk memerintah di daerah itu dan melakukan perebutan
kekuasaan dalam kerajaan Gotia Barat di Spanyol untuk ditaklukkan, akhirnya
Toledo ibukota Spanyol jatuh ke tangan pasukan Muslim menyusul kota Seville,
Malaga, Elvira dan Cordoua yang kemudian menjadi ibukota Spanyol Islam (al
Andalus).
Setelah menaklukkan Spanyol, Musa bin Nashir ambil
bagian ke Spanyol dan melanjutkan ekspansinya dengan merampas Carmona, Cadiz di
sebelah tenggara dari Calica di sebelah barat laut. Dia memutuskan untuk
meneruskan ekspansinya ke sebelah selatan Perancis, namun ada kekhawatiran dari
Walid I atas pengaruh Musa bin Nashir yang mungkin akan memproklamirkan seluruh
negara yang ditaklukkan, maka Walid I memerintahkan untuk mangakhiri ekspansinya ke
Eropa dan memanggil Musa dan Tariq ke Damaskus.
Di masa Abdul Malik,
Qutaybah diangkat oleh al Hajjaj bin Yusuf, gubernur Khurasan, menjadi wakilnya
pada tahun 86 H. Bersama pasukannya, Qutaybah dapat menundukkan Balkh, Bukhara,
Khawarizm, Farghana dan Masarkand. Usaha ekspansinya ke Cina diurungkan, karena
delegasinya disuruh kembali kepada pemimpinnya dengan saling tukar-menukar
cenderamata, Qutaybah menerima uang dan mencetak materai dengan bantuan pemuda
kerajaan kemudian menjelajahi kekuasannya dan pulang ke Merv, ibukota Khurasan.
Muhammad bin Qasim dipercaya oleh al Hajjaj untuk
menundukkan India. Pada tahun 89 H, ia menuju ke Sind dan mengepung pelabuhan
Deibul di muara sungai Indus, kemudian tempat itu diberi nama Mihram. la
memperluas penaklukannya hingga ke Maltan sebelah selatan Punjab dan
Brahmanabat.
2.
Dinamika Ekonomi
Kemenangan-kemenangan yang
diperoleh umat Islam secara luas itu, menjadikan orang-orang Arab bertempat
tinggal di daerah penaklukan dan bahkan menjadi tuan-tuan tanah. Kepada pemilik
tanah diwajibkan oleh Dinasti Umayyah untuk membayar pajak tanah, namun pajak
kepala hanya berlaku kepada penduduk non Muslim sehingga mengakibatkan
banyaknya penduduk yang masuk Islam, akibatnya secara ekonomis penghasilan
negara berkurang, namun demikian dengan keberhasilan Dinasti Umayyah
menaklukkan Imperium Persia beserta wilayah kepunyaan Imperium Byzantium,
sesungguhnya kemakmuran bagi Dinasti ini melimpah ruah yang mengalir untuk kas
negara. Kebijakan Dinasti di bidang ekonomi lainnya adalah menjamin keadaan
aman untuk laiu lintas darat dan laut, lalu lintas darat melalui jalan Sutera
ke Tiongkok guna memperlancar perdagangan sutera, keramik, obat-obatan dan
wewangian, sedangkan lalu lintas laut ke arah negeri-negeri belahan untuk
mencari rempah-rempah, bumbu, kasturi,
permata, logam mulia, gading, dan
bulu-buluan. Keadaan demikian membuat kota Basrah dan Aden di teluk Persi
menjadi lalu lintas perdagangan dan pelabuhan dagang yang ramai, karena
kapal-kapal dagang dibawah lindungan armada Islam yang menuju ke Syiria dan
Mesir hampir tak pernah putus. Perkembangan perdagangan ini telah mendorong
meningkatnya kemakmuran Dinasti Umayyah.
Pada masa khalifah Abdul Malik,
telah dirintis industri kerajinan tangan berupa tiraz (semacam bordiran) yakni
cap resmi yang dicetak pada pakaian khalifah dan para pembesar pemerintahan,
format tiraz bertuliskan lafaz "La Ilaaha Ilia Allah". Guna
memperlancar produktifitas pakaian resmi kerajaan, maka Abdul Malik mendirikan
pabrik-pabrik kain, dan setiap pabrik diawasi oleh Sahib at Tiraz yang
bertujuan mengawasi tukang emas dan penjahit, menyelidiki hasil karya dan
membayar gaji mereka.
3.
Dinamika Sosial
Seperti yang suda di jelaskan
sebelumnya, pada masa Dinasti Umayyah, bangsa Arab mendapatkan posisi terhormat
dalam masyarakat. Pada umumnya,
bangsa Arab merupakan tuan tanah hasil rampasan perang. Adanya dua kelompok
masyarakat yang membangun Daulat Umayyah yakni bangsa Arab dan non-Arab,
berpengaruh positif pada motivasi orang-orang non-Arab untuk memeluk agama
Islam. Kebijakan ini juga berpengaruh pada perkembangan dan perluasan pemakaian
bahasa Arab dengan cepat.
Salah
satu permasalahan yang pantas disebutkan pada masa pemerintahan Bani Umayyah
adalah munculnya penolakan para sahabat terhadap sikap Mua'wiyah yang mengubah
sistem sukses khalifah dari pemilihan terbuka menjadi kerajaan yang mewariskan
tahta kepada keturunan raja.
4.
Intelektual dan Keagamaan
Di zaman pemerintahan Abdul Malik
terdapat banyak bahasa yang digunakan dalam administrasi, seperti bahasa
Persia, Yunani dan Qibti, namun atas usaha Salih bin Abdur Rahman, sekretaris
al Hajjaj, ia mencoba menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa administrasi dan
bahasa resmi di seluruh negeri sehingga perhatian dan upaya penyempurnaan
pengetahuan tentang bahasa Arab mendorong lahirnya ahli bahasa yaitu Sibawaihi
dengan karya tulisnya al Kitab menjadi pegangan dalam soal tata bahasa Arab.
Dalam daerah kekuasaannya
terdapat kota-kota pusat kebudayaan yaitu Yunani Iskandariyah. Antiokia, Harran, dan Yunde Sahpur yang semula dikembangkan
oleh imuwan-ilmuwan Yahudi, Nasrani, dan
Zoroaster Khalifah Khalid bir'i Yazid bin Muawiyyah yang seorang orator dan
berpikiran tajam berupaya menerjemahkan buku-buku tentang astronomi, kedokteran
dan kimia.
Khalifah Walid bin Abdul Malik
memberikan perhatian kepada bimarstan, yaitu rumah sakit sebagai
tempat berobat, perawatan orang sakit dan studi kedok-teran yang berada di
Damaskus, sedangkan khalifah Umar bin Abdul Aziz menyuruh para ulama secara
resmi untuk membukukan hadits-hadits Nabi, dan selain itu ia bersahabat dengan
ibn Abjar, seorang dokter dan Iskandariah yang kemudian menjadi dokter
pribadinya.
Pengaruh lain dan ilmuwan Kristen itu adalah penyusunan ilmu pengetahuan
secara sistematis, selain itu berubah pula sistem hafalan dalam pengajaran
kepada sistem tulisan menurut aturan-aturan ilmu pengetahuan yang berlaku.
Pendukung dalam pengembangan ilmu adalah golongan non-Arab dan telaahnya pun
sudah meluas sehingga ada spesialisasi ilmu menjadi ilmu pengetahuan bidang
agama, bidang sejarah, bidang bahasa dan bidang filsafat. Ilmuwan itu antara
lain Sibawaihi, al Farisi, al Zujaj (ahli nahwu), al Zuhpy, Abu Zubair,
Muhammad bin Muslim bin Idris dan Bukhari Muslim (ahli Hadits) dan Mujahid bin Jabbar (ahli
tafsir).
5.
Tali
Ikatan Persatuan Masyarakat (Politik dan Ekonomi)
Ekspansi Islam yang berlangsung
dari pertengahan abad ke tujuh sampai permulaan abad ke delapan, salah satu
hasilnya ialah terintegrasinya daerah-daerah yang ditaklukkan itu dalam suatu
kesatuan sosial politik yang disebut Dunia Islam. Selanjutnya dunia Islam itu
merupakan suatu kawasan ekonomi yang terpadu dalam suatu jaringan pasaran bersama. Wilayah inti
meliputi daerah-dearah bekas kerajaan Persia, Imperium Bizantium di Suria dan
Mesir serta daerah-daerah Barbar di Mediterinian (Afrika Utara dan Spanyol)
itu, merupakan salah satu jaringan penting dari rute utama perdagangan
Internasional yang terbentang antara China dan Spanyol, dan antara Afrika Hitam
dengan Asia Tengah.
6.
Kedudukan Amir al-Mu’minin
Pada masa ini Amir al-Mu’minin hanya bertugas
sebagai khalifah dalam bidang temporal sedangkan urusan keagamaan di urus oleh
para ulama. Berbeda dengan Khulafa al-Rasydun yang menguasai keduanya.Pada masa ini khalifah diangkat secara turun-temurun dari keluarga Umayyah.
7.
Sistem Fiskal
Sumber uang masuk pada Dinasti Bani Umayyah, pada
umumnya seperti di zaman permulaan Islam. Walaupun demikian ada beberapa
tambahan seperti al-Dharaaib yaitu kewajiban yang harus dibayar oleh warga
negara dan terdapat pajak-pajak istimewa. Adapun saluran uang keluarnya sama
seperti permulaan Islam, seperti gaji para pegawai dan tentara, serta biaya
tata usaha negara, pembangunan pertanian termasuk irigasi dan penggalian
terusan-terusan, ongkos bagi orang-orang hukuman dan tawanan perang,
perlengkapan perang, serta hadiah-hadiah kepada para pujangga dan para Ulama.
Pada masa Umayyah dicetak mata uang Muslimin secara teratur dan
pembayaran dengan mata uang ini, walaupun pada masa Umar bin Khattab sudah
dicetak mata uang kaum Muslimin namun belum begitu teratur seperti pada khalifah
Abdul Malik bin Marwan.
8.
Interregnum (Masa Peralihan
Pemerintahan) Umar bin Abdul Aziz
Interregnum ini terjadi pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang mana
pada perintahan yang dulunya kejam, menekan rakyat dan sebagainya, menjadi
kepada masa yang damai, lemah, lembut dan makmur. Dengan kebijaksanaannya ini
banyak orang yang masuk Islam, dan mengadakan dialog dengan orang Syi’ah dan
Khawarij sehingga mereka puas dan tidak mengganggu lagi. Namun, kedamaian dan kemakmuran ini dimanfaatkan oleh
Bani Hasyim untuk membentuk gerakan bawah tanah. Gerakan ini terdiri dari
orang-orang Syi’ah dan keluarga Abbas. Gerakan inilah yang berhasil
menumbangkan Bani Umayyah nantinya.
9.
Sistem Peradilan
Kehakiman pada masa ini mempunyai dua ciri khas, yaitu pertama, qadhi
memutuskan perkara dengan ijtihadnya berdasarkan Nas. Kedua, kehakiman
belum terpengaruh dengan politik.
10.
Pembangunan Peradaban,
Intelektual, bahasa dan sastera Arab
Masa Bani
Umayyah ini merupakan peletak dasar pembangunan peradaban Islam yang nanti pada
masa Bani Abbas merupakan puncak dari peradaban Islam. Pada masa ini ilmu
Naqliyah mulai berkembang. Perkembangan yang saling menonjol adalah ilmu tafsir dan ilmu hadits.
Dan terjadi pengumpulan hadits pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang
dikumpulkan oleh ‘Ashim al-Anshari. Muncul juga ilmu Nahwu (tata bahasa Arab)
sehingga Sibawaihi menyusun al-kitab untuk memperlajari tata bahasa Arab.
Khalifah
Mu’awiyah memerinthkan karya-karya bangsa Yunani yang mengandung berbagai macam
Ilmu. Dengan demikian umat Islam pada masa ini mulai mengenal ilmu kedokteran,
ilmu Kalam, seni bangunan (architecture) dan sebagainya. Diantara peninggalan
seni bangunan yang terkenal sampai sekarang adalah Qubbah al-Sakhr
(Dome of the Rock) yang didirikan di Yerussalem pada 91 H pada masa
pemerintahan Khalifah Abdul Malik.
11.
Sistem Militer
Pada masa
Dinasti Bani Umayyah orang masuk tentara kebanyakan dengan dipaksa atau
setengah dipaksa. Untuk menjalankan kewajiban ini dikeluarkan semacam
undang-undang wajib militer yang dinamakan Nidhamut Tajnidil Ijbary.
Politik ketentaraan dari Bani
Umayyah, yaitu politik Arab, di mana anggota tentara haruslah terdiri dari
orang-orang Arab atau unsur Arab. Maka dari itu mereka terpaksa meminta bantuan
kepada bangsa Barbari untuk menjadi tentara karena wilayah mereka yang luas
meliputi Afrika Utara, Andalusia, dan lain-lain.
Ø Perluasan ke Asia Kecil
Dengan
armada laut yang terdiri dari 1700 kapal, lengkap dengan perbekalan dan persenjataannya.
Lalu Mu’awiyah menyerang pulau-pulau dilaut tengah sehingga berhasil menduduki
pulau Rhodes tahun 53 H dan pulau Kreta tahun 54 H. Kemudian diserang kota
Konstatinopel. Pulau-pulau ini dekat Cyprus yang telah ditaklukkan pada zaman
Usman. Penyerangan ini dipimpin oleh Janadah bin Abi Umayyah. Kemudian
mengepung kota Konstatinopel di bawah pimpinan Yazid bin Mu’awiyah dan
didampingi oleh pahlawan Islam yang berani seperti Abu Ayyub al-Anshar,
Abdullah ibnu Zuber, Abdullah ibnu Umar dan Ibnu Abbas. Pengepungan ini selama
7 tahun (54-61 H). Abu Ayyub al-Anshar gugur pada peperangan ini. Penyerangan
pertama ini gagal karena ada pengkhianatan Loen Mar’asy.
Ø Perluasan
ke Timur
Ke arah
Timur dapat menaklukkan daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan dari
Afghanistan sampai ke Kabul. Kemudian diteruskan pada zaman Abd. Malik di bawah pimpinan Al- Hajjaj ibn Yusuf.
Kemudian dapat menundukkan daerah Balkh, Bukhara, Khawarizan, Fergnana, dan
Samarkand. Selanjutnya pasukan Muslim juga samapi ke India serta dapat
menguasai Balukhistan, Sind, dan daerah Punjab sampai ke Multan (713 H).
Ø Perluasan
ke Afrika Utara
Uqbah ibn
Nafi’ al-Fahri telah menetap di Barqah setelah wilayah itu dikuasai. Oleh
karena kemahiran dan keberaniannya, ia mengalahkan armada Bizantium di daerah
pantai, barbar dipedalaman, serta Tripoli dan Fazzan.
Kekuatan
Maritim Islam menjadi lebih berkembang pada masa Umayyah timur. Pada masa
Khalifah al-Walid. Jenderal Thariq bin Ziyad dapat menyeberangkan ajaran Islam ke Spanyol. Pada tahun 95 H/ 713 M dapat membebaskan rakyat
Spanyol dan Eropa dari penindasan bangsa Visigoth (Gothik) Barat yang telah
berkuasa selama 300 tahun.
12.
Pemberontakan: al-Mukhtar ibn
Ubaid dan Abdullah ibn Zubair
Ketika Yazid ibn Mu’awiyah
naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka Madinah tidak mau menyatkan setia
kepadanya. Yazid kemudian mendirim surat kepada Gubernur
Madinah meminta untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan
cara ini semua orang terpaksa tunduk kecuali Husein ibn Ali dan Abdullah ibn
Zubair. Pada tahun 680 M, Husein pindah dari Mekkah ke Kufah atas permintaan
golongan Syi’ah di
Irak. Umat Islam di daerah ini mengakui khaifahnya adalah Husein. Sehingga
terjadi pertempuran dan tentara Husein
kalah sedangkan Husein mati terbunuh. Kepalanya dipenggal dan dikirim ke
Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karbela.
Gerakan
Syi’ah semakin keras, gigih dan tersebar luas. Pemberontakan yang paling
terkenal diantaranya adalah pemberontakan Mukhtar di Kufah pada tahun 685-687
M. Walaupun dibantu oleh kalangan kaum Mawali di Persia, Armenia dan lain-lain,
Mukhtar terbunuh oleh pasukan oposisi lainnya yaitu gerakan Abdullah ibn
Zubair.
Abdullah ibn Zubair baru secara terbuka menyatakan
khalifah setelah Husein bin Ali terbunuh. Tentara Yazid kemudian mengepung
Mekkah dan akhirnya terjadi pertempuran, pada pertempuran ini Abdullah bin
Zubair dikabarkan wafat, maka tentara Yazid kembali ke Damaskus. Gerakan Abdullah ini baru dapat dihancurkan pada masa
khalifah Abdul Malik pada tahun 693 M.
Adapun prestasi
Dinasti Umayyah
·
Bidang Fisik
Dalam
pembangunan fisik, pada Diansti Umayyah telah didirikan pos-pos yang pada
pemerintahan sebelumnya tidak ditemukan. Lebih lengkapnya, dapat dikatakan
bahwa beberapa prestasi Dinasti Umayyah dalam pembangunan fisik adalah sebagai
berikut:
ü Membangun
pos-pos serta menyediakan kelengkapan peralatannya,
ü Membangun
jalan raya,
ü Mencetak
mata uang,
ü Membangun
panti asuhan,
ü Membangun
gedung pemerintahan,
ü Memblingun
masjid,
ü Membangun
rumah sakit, dan
ü Membangun
sekolah studi kedokteran.
·
Perluasan Wilayah Kekuasaan.
Dalam hal perluasan wilayah,
Dinasti Umayyah menjalankan ekspansi sebagai berikut:
ü Menguasai
Tunis pada tahun 760 M di bawah pimpinan Uqbah bin Nafi',
ü Menguasai
Khurasan hingga Lahore di sebelah Timur,
ü Menguasai
Bizantium,
ü Menguasai
Rhodes dan pulau-pulau kecil lainnya di Yunani,
ü Di
sebelah Barat, Dinasti Umayyah berhasil menaklukkan Aljazair danMaroko,
ü Selanjutnya,
Dinasti Umayyah berhasil menaklukkan Andalusia yakniToledo, Sevilla, Malaga,
Elvira dan Cordova,
ü Penaklukkan
yang sama berlanjut hingga ke Cadiz dan Calica,
ü Menaklukkan
Baikh, Bukhara, Khawarizm, Farghana dan Samarqand
ü
Menaklukkan India, hingga ke
Brahmanabat.
D.
Masa Kemunduran Bani Umayyah
Meskipun
kejayaan telah diraih oleh Bani Umayyah ternyata tidak bertahan lebih lama,
dikarenakan kelemahan-kelemahan internal dan semakin kuatnya tekanan dri pihak
luar.
Menurut
Dr. Badri Yatim, ada beberapa faktor yang menyebabkan Dinasti Umayyah lemah dan
membawanya pada kehancuran, yaitu sebagai berikut:
1.
Sistem
pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah suatu yang baru bagi tradisi
Arab yang lebuh menentukan aspek senioritas, pengaturannya tidak jelas.
Ketidakjelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan
yang tidak sehat dikalangan anggota keluarga istana.
2.
Latar
belakang terbentuknya Dinasti Umayyah tidak dapat dipisahkan dari berbagai
konflik politik yang terjadi di masa Ali bin Abi Thalib. Sisa-sisa Syi’ah (para
pengikut Ali) dan Khawarij terus terjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka
seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa
pertengahan kekuasaan Dinasti Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini
banyak menyedot kekuatan pemerintah.
3.
Pada masa
kekuasaan Dinasti Umayyah, pertentangan etnis antara Suku Arabia Utara (Bani
Qais) dan Arab Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam
semakin runcing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Dinasti Umayyah
mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu,
sebagian besar golongan Timur lainnya merasa tidak puas karena status Mawali
itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab
yang diperhatikan pada masa Bani Umayyah.
4.
Lemahnya
pemerintah daulah Dinasti Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di
lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat
kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Di samping itu, sebagian besar
golongan awam kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama
sangat kurang.
5.
Penyebab
langsung runtuhnya kekuasaan Dinasti Umayyah adalah munculnya kekuatan baru
yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas bin Abbas Al-Muthalib. Gerakan ini
mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah, dan kaum Mawali
yang merasa dikelasduakan oleh pemerintah Dinasti Umayyah.
6.
Beberapa
penyebab tersebut muncul dan menumpuk menjadi satu, sehingga akhirnya
mengakibatkan keruntuhan Dinasti Umayyah, disusul dengan berdirinya kekuasaan
orang-orang Bani Abbasiyyah yang mengejar-ngejar dan membunuh setiap orang dari
Dinasti Umayyah yang dijumpainya.
Demikianlah,
Dinasti Umayyah pasca wafatnya Umar bin Abdul Aziz yang berangsur-angsur
melemah. Kekhalifan sesudahnya dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh yang
melemahkan dan akhirnya hancur. Dinasti Bani Umayyah diruntuhkan oleh Dinasti
Bani Abbasiyyah pada masa khalifah Marwan bin Muhammad (Marwan II) pada tahun
127 H/744 M.
a.
Kesimpulan
Masa
kekhalifahan Bani Umayyah yang hanya berumur 89 tahun yaitun di mulai pada masa
Muawiyyah bin Abu Sofyan ini banyak mengalami kemajuan perkembangan yang cukup
pesat.
Pada masa
Muawiyyah bi Abu Sofyan perluasan wilayah yang terhenti pada masa khalifah
Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib di lanjutkan kembali.
Ekspansi
ke Barat secara besar-besaran di lanjutkan di zama Al-Walid bin Abdul Malik.
Masa pemerintahan Al Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran, dan ketertiban.
Disamping
ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan di
berbagai bidang. Muawiyyah bin Abu Sofyan mendirikan dinas pos dan
tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang yang lengkap dengan
peralatanya di sepanjang dalam. Dia juga berusaha menertibkan angkatan
bersenjatan dan mencetak mata uang. Pada masanya, jabatan khusus seorang hakim
atau qodhi mulai berkembang menjadi profesi tersendiri. Qodhi adalah seorang
spesialis di bidangnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Amin, Samsul Munir, 2010. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah.
Hasymy, A., 1975. Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan Bintang.
Nasution, Harun, 1978. Islam Ditinjau Dari Beragai
Aspeknya, Jakarta: UI Press.
Osman, A.Latif, 1951. Ringkasan Sejarah, Jakarta: Widjaya.
Souyb, Jousouf, 1977. Sejarah Umayyah, Jakarta: Bulan Bintang.
Suryanegara,Ahmad Mansur, 2012. Api Sejarah, Bandung:
Salamadani.
Komentar
Posting Komentar