“LEMBAGA KEMENTRIAN (WIZARAH AL-TAFWIDH DAN WIZARAH AL-TANFIDZ)”
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bani umayyah merupakan salah satu kabilah dalam masyarakat Arab Quraisy.
Dinassti ini memegang tampuk kekuasaan politik dan ekonomi . Politik Islam
sebagai ilmu dan teori atau filsafat, akan melahirkan konsep dan tatanan
aplikabel dan menguntungkan bagi umat secara keseluruhan.
Pendapat
umum yang menyatakan bahwa “ijtihad politik” tidak diperlukan lagi, karena
praktiknya telah ada : bahwa perilaku politik dan tatanegara serta pemerintahan
Islam sudah pernah dijalankan oleh generasi terdahulu, sejak masa Dinasti Bani
Umayyah dan Bani Abbasiyah. praktik ini dianggap telah mapan dan sudah
islami. Kalaupun didapati penyelewengan dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, mereka
jarang sekali melakukan atau redefenisi terhadap praktik tersebut. Juga adanya
dominasi dan hegemoni intelektual Barat.
Terkait
dengan politik, untuk menjalankan roda pemerintahan maka pembentukan lembaga
kementrian (wizarat tafwid dan tanfiz) dengan tujuan memudahkan kestabilan roda
pemrintahan, lembaga kementrian tersebut juga telah mempunyai tugas dan fungsi
yang jelas sebagaimana di tetapkan khalifah yang memerintah.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini terdiri dari :
1. Apa yang dimaksud dengan wizarah ?
2. Apa
fungsi dan tujuan dari wizarah tafwid dan tanfidz ?
3. Apa
perbedaan dari wizarah tafwidh dan tanfidz ?
C. TUJUAN PEMBAHASAN
· Menejlaskan
maksud dari wizarah.
· Menjelaskan
fungsi dan tujuan dari wizarah tafwid dan tanfidz.
· Menjelaskan
perbedaan wizarah tafwidh dan tanfidz
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Al-Mawardi
menjelaskan arti wizarah dari segi bahasa yaitu diambil dari kata :
(1) al-wizru,
yang artinya bebanan, karena wazir memikul beban kepala negaranya.
(2) al-wazar,
yang artinya temapat kembali/lari, karena kepala negara selalu kembali
kepada
pemikiran/pendapat dan pertolongan dali wazirnya.
(3) al-azru yang
artinyan punggung, Karena kepala negra dikutkan dan didukung oleh wazirnya.
Dasar kementrian ada dua alasan :
1. Firman
Allah surat Thaha : 29-31 ( dan jadikanlah untukku seorang wazir dari
keluargaku, yaitu Harun, saudaraku. Teguhkanlah kekuatanku dengan dia, dan
jadikanlah dia selalu dalam urusanku.
Berdasarkan
mafhum aula, maka apabila wazir itu diperbolehkan di dalam masalah kenabian,
maka lebih-ebih diperbolehkan adanya wazir dalam bidang imamah
2. Karena
alasan yang sifatnya praktis, yaitu imam tidak mungkin sanggup melaksanakan
tugas-tugasnya dalam mengatur ummat tanpa adanya naib (wazir). Dengan adanya
wazir, maka pengurusan ummat akan lebih baik dan terhindar dari kekeliruan
serta kesalahan
B. Pembagian
Kementrian.
Wizarah dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a.
Wizarat
al-tafwidh (kementrian delegatori)
Adalah
wazir oleh imam diserahi tugas/wewenang tentang pengaturan urusan-urusan
(negara dan pemerintahan) berdasarkan pikiran dan ijtihad para wazir sendiri
maupun maupun mengikuti pendapat para hakim. Namun juga berhak manangani kasus
kriminan (mazalim) baik langsung maupun mewakilkan kepada orang lain. Selain
itu juga berhak memimpin perang. Dengan kata lain kewenangan imam adalah juga
kewenangan wazir, kecuali tiga hal ;
1) penentuan
putra mahkota,
2) imam boleh
mengundurkan diri dari jabatan imamah,
3) imam
berwenang mencopot orang yang ditunjuk wazir, sementara wazir
tidak bisa mencopot orang yang ditunjuk imam.
Adapun syarat yang harus dipenuhi wazir adalah
sama dengan syarat menjadi imam kecuali nasab (keturunannya), akan tetapi
ditambah dengan satu syarat yakni mampu mengurus perang dan perpajakan.
b.
Wizarat
al-Tanfidz (Kementrian Pelaksana)
Adalah
wazir yang hanya melaksanakan apa yang diperintahkan oleh imam dan menjalankan
apa yang telah diputuskan oleh imam, misalnya pengangkatan wali dan penyiapan
tentara. Ia tidak mempunyai wewenang apapun. Jika ia dilibatkan oleh imam untuk
memberikan pendapat, maka ia memiliki fungsi sebagai kewaziran, jika tidak
dilibatkan ia lebih merupakan perantara (utusan) belaka.
Posisinya
lebih lemah dan tidak ada syarat yang berat bagi seorang wazir model ini.
Prinsipnya, dia harus mematuhi dan mengikuti apa yang diperintahkan oleh
khalifah, selain ia harus memenuhi beberapa syarat misalnya; dapat dipercaya
(jujur), benar ucapannya, tidak rakus sehingga tidak menerima suap, tidak ada
permusuhan dan kebencian rakyat, harus seorang laki-laki dan harus cerdas, yang
syarat ini hanya diperlukan jika ia dilibatkan dalam memberikan pendapat.
Al-Mawardi
menyebutkan beberapa perbedaan antara wazir tafwidh dan wazir tanfidz, yakni
:
· Wazir tafwidh bisa menentukan hukum
sendiri dan boleh menangani kasus-kasus mazalim.
· Wazir
tafwidh bisa menunjuk wali-wali (pimpinan daerah).
· Wazir
tafwidh bisa memimpin tentara dan mengurus perang.
· Wazir
tafwidh basa mendayagunakan kekayaan negara yang ada di bait al-mal.
Kempat wewenang ini tidak dimiliki oleh
wazir tanfidz.
Karena
perbedaan diatas, maka ada pula perbedaan syarat yang harus dipenuhi Wazir
tafwidh, yakni :
· Wazir
tafwidh haruslah seorang yang merdeka.
· Wazir
tafwidh harus memiliki pengetahuan tentang syari’at.
· Wazir
tafwidh harus mengetahui masalah-masalah yang berkaitan dengan peperangan dan
perpajakan.
Diluar
itu baik Wazir tafwidh maupun Wazir tanfidz memiliki kewenangan dan persyaratan
yang sama. Menurut al-Mawardi, Seorang khalifah (imam) bisa mengangkat dua
orang Wazirtanfidz secara bersamaan baik waktu maupun tidak.
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Lembaga
kementrian mempunyai dua landasan dalam pembentukannya yaitu berdasarkan
firaman Allah (QS. Thaha :29-31), dan karena alasan yang sifatnya praktis,
yaitu imam tidak mungkin sanggup melaksanakan tugas-tugasnya dalam mengatur
ummat tanpa adanya naib (wazir). Dengan adanya wazir, maka pengurusan ummat
akan lebih baik dan terhindar dari kekeliruan serta kesalahan. Kedua wizarah
ini juga mempunyai perbedaaan baik dari segi syaratnya menjadi wizarah maupun
dari segi fungsi dari wizarahnya.
b. Saran
Sebagai
mahasiswa islam kosentrasi ilmu administrasi negara, sudah sepatutnya kita
menelaah dan mengetahui apa yang dimaksud dengan wizarah, serta segala
pembagiannya, sehingga dapat mengambil ibrah dari roda pemerintahan yang telah
berjalan pada dinasti-dinasti islam beberapa abad yang lalu.
Daftar pustaka
Dzajuli, 2003.
FIQIH SIYASAH (Implementasi Kemaslahatan Umat Dalam Rambu-Rambu
Syariah). Bandung : Prenada Media
Komentar
Posting Komentar