BIROKRASI ISLAM
A. Ayat Al-quran Tentang
Birokrasi
1)
Hukum Dari Allah : Kekuasaan Dan Kedaulatan Milik
Allah (An-nisa
ayat 78)
Di
mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam
benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka
mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa
sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu
(Muhammad)." Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah. Maka mengapa orang-orang itu (orang
munafik) hampir-hampir tidak memahami
pembicaraan sedikitpun?
2)
Permusyawaratan dan sistem mengambil
keputusan di Dalam Islam. (As-Syura
ayat 38)
Dan
(bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan
shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan
mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.
3)
Keharusan Bersifat Adil Dan Menunaikan
Keadilan Keadilan Dalam Memerintah (An-Nisa’ ayat 58)
Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik baiknya kepadamu. Sesungguhnya
Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
4)
Persamaan Derajat Dan Kedudukan Sesama Muslim (Al-Hujurat ayat 13)
Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
(http://myblog-basith.blogspot.co.id/2007/03/ayat-ayat-al-quran-dan-hadith-tentang.html)
B.
Birokrasi Islam
Birokrasi
adalah uslub (tata cara) yang digunakan oleh pemerintah untuk melayani
kemaslahatan masyarakat. Birokrasi ini merupakan akumulasi dari uslub (tata
cara) dan wasilah (sarana) yang dimanfaatkan untuk merealisasikan kemaslahatan
tersebut. Birokrasi dalam sistem Islam menganut asas desentralisasi.
Birokrasi
diserahkan kepada masing-masing desa, kota, kecamatan, kabupaten, dan provinsi.
Pada masing-masing level tersebut birokrasi mempunyai wewenang penuh untuk
melayani masyarakat tanpa harus menunggu keputusan dari pusat atau daerah di
tingkat atasnya. Sebab, asas desentralisasi mengandung pengertian pejabat yang
diangkat di suatu wilayah, daerah, atau kota tidak perlu merujuk kepada orang
yang mengangkatnya dalam urusan administrasi. Pejabat bebas bertindak sesuai
pendapatnya.
Birokrasi
Islam mempunyai profil yang agung, yakni mekanisme yang sederhana, cepat dalam
pelayanan dan penyelesaian, dan dikerjakan oleh orang yang profesional. Ketiga
prinsip tersebut dibangun berdasarkan realitas manusia yang memerlukan
kemaslahatannya dipenuhi dengan cepat, tidak berbelit-belit, dan selesai secara
memuaskan. Dalam sistem Islam, orang yang menjadi penyelenggara birokrasi harus
memenuhi syarat-syarat melayani kemaslahatan umat. Syarat-syaratnya antara
lain: Bertaqwa kepada Allah, ikhlas, amanah, mampu, dan profesional.
Dengan azas
desentralisasi birokrasi tersebut, tidak berarti birokrasi ini berjalan sendiri
tanpa proses dan prosedur akuntabilitas yang jelas. Khalifah (Pemimpin dalam
Islam), Mua’win (Pembantu Khalifah), Wali (Gubernur), dan sebagainya wajib
melakukan monitoring terhadap kegiatan yang berjalan di seluruh negara.
Sekalipun tidak dilakukan secara detail, monitoring secara umum saja sudah
cukup agar amanah yang diemban para birokrat tersebut ditunaikan dengan baik.
·
Penyelenggara Birokrasi Islam
Keimanan
modal pertama individu untuk menciptakan birokrasi yang bersih. Adanya
keyakinan segala aktivitas akan diminta pertanggungjawaban di hadapan Allah
kelak, merupakan konsekuensi siapapun penyelenggara negara, baik penguasa
maupun pejabat birokrasi dalam menjalankan tugasnya. Pejabat yang benar-benar
beriman kepada Allah tidak akan mudah untuk melakukan korupsi, menerima suap,
mencuri, dan berkhianat terhadap rakyatnya. Sebab, ia yakin bahwa Allah senantiasa
mengawasinya dan kelak pada Hari Akhir pasti akan dimintakan
pertanggungjawaban. Sebaliknya, sifat jujur, amanah, adil, dan penuh tanggung
jawab akan sangat sulit lahir dari orang yang lemah dari aspek keimanannnya.
Rasulullah
SAW pernah mengirim Abdullah bin Rawahah ke Khaibar (daerah Yahudi yang tunduk
kepada kekuasaan Islam) untuk memungut kharaj dari hasil tanaman kurma mereka.
Rasulullah
SAW telah memutuskan hasil bumi Khaibar dibagi dua; separuh untuk kaum Yahudi
sendiri yang mengolahnya dan separuh lagi diserahkan kepada kaum Muslim.
Ketika
Abdullah bin Rawahah sedang menjalankan tugasnya, orang-orang Yahudi datang
kepadanya. Mereka mengumpulkan perhiasan isteri-isteri mereka untuk menyuap
Abdullah bin Rawahah.
Mereka
berkata,”Ini untukmu dan ringankanlah pungutan yang menjadi beban kami. Bagilah
kami lebih dari separuh”.
Abdullah bin
Rawahah menjawab, ”Hai orang-orang Yahudi, dengarkanlah! Bagiku, kalian adalah
makhluk yang paling dimurkai Allah. Aku tidak akan membawa perhiasan itu dengan
harapan aku akan meringankan pungutan yang menjadi kewajiban kalian. Suap yang
akan kalian berikan ini sesungguhnya merupakan ’suht’ (harta haram). Sungguh,
kami tidak akan memakannnya.” Mereka kemudian berkomentar, ”karena sikap
seperti inilah, langit dan bumi ini akan tetap tegak”.
Dalam
fragmentasi sejarah yang lain, Khalifah Umar bin Khattab membuat keputusan yang
mengharuskan para pejabat negara untuk diketahui dulu jumlah harta kekayannya
tatkala memulai menjabat.
Pada akhir
masa jabatan, harta kekayaan pejabat tersebut dihitung kembali. Jika terdapat
selisih setelah dikurangi dengan gaji atau tunjangan selama kurun waktu
jabatannya, maka Umar bin Khattab merampas paksa kelebihannya dan diserahkan
harta kekayaan itu ke Baitul Mal. Khalifah Umar bin Khattab melarang seluruh
pejabat negara untuk berbisnis dan sejenisnya.
Umar bin
Khattab memerintahkan mereka mencurahkan seluruh kemampuan melayani masyarakat.
Khalifah Umar bin Khattab merampas separuh keuntungan dari penjualan kambing
gembalaan anaknya, Abdullah, dan menyerahkannya kepada Baitul Mal, karena dia
telah mengembalakan kambingnya di padang gembalaan milik negara yang subur,
sehingga kambingnya menjadi gemuk.
Dari pondasi
inilah kemudian Islam membangun berbagai perangkat aturan praktis dan administratif
menuntaskan masalah KKN. Ketegasan tindakan praktis ini menjadi ciri khas
keseriusan Islam dalam menangani masalah administrasi. Islam telah mampu
menjadi solusi efektif menciptakan pemerintahan yang bersih dan baik. Kaum
Muslimin masa lalu menjadikan syariat Islam sebagai aturan kehidupan
pemerintahan dan kemasyarakatan.
Dengan
syariat Islam itulah mereka bangun pemerintahan yang bersih dan baik, sekaligus
mencetak aparat pemerintahan yang andal.
Ardiansyah
SH MA MH, dosen Fakultas Hukum Unilak dan aktivis Hizbut-Tahrir Indonesia
Daerah Riau. (https://muhammadnuzul.wordpress.com/2008/04/24/prinsip-birokrasi-dalam-islam/
)
C.
Pandangan Islam Terhadap Birokrasi
·
Pemikiran Politik Alfarabbi
Alfarabi
mengusai bidang politik dan bidang musik sangat menguasai, yang sangat berbeda
dengan pemikiran sekarang, pemikiran Alfarabi dipengaruhi banyak pemikiran.
Konsep Alfarabi tentang kota pertama Madinah-Alfadilah (Kota Madinah);
Pertama,
konsep kepemimpinan, Negara Kota atau Kota idaman, yang diidam idamkan oleh
masyarakat, kondisi aman yang membutuhkan kepemimpinan, manusia itu memiliki
kemampuan di bidang politik. Alfarabi, ada membagi kategori kepemimpinan;
Pertama peminpin yang tertingi, orang yang memimpin terhadap yang pemimpin, dan
orang yang dipimpin tersebut.
Mengenai
kategori kepemimpinan tertinggi hanya bisa diperoleh oleh orang-orang yang
sehat secara fisik dan mental sehat, tidak berdosa dan tidak ada keinginan untuk
berbuat dosa. Sunni melihat ini hanya bisa dilakukan oleh para Nabi, dalam
sejarahnya Nabi juga banyak masyarakatnya yang kafir sehingga tidak terwujud
kota Madinah-Alfadilah. Tapi walaupun mereka berbuat pasti akan dihapuskan
dosanya karena ada keinginan untuk memperbaiki diri.
Dalam
kosep Syiah, kualitas pemimpin yang tertinggi tidak hanya pada level para nabi,
para imampun bisa dilevelkan pada level pemimpin yang tertinggi, lahirnya kata
Sunni yang berhak memperoleh pemimpin tertinggi hanya Nabi, kelompok Syiah
tidak hanya level Nabi khilafah juga bisa.
·
Kedua Konsep Kebahagian.
Kota
utama itu bisa terbentuk ketika adanya seorang pemimpin yang sempurna tujuan
kota utama untuk memberikan kebahagian bagi penghuninya, membimbing masyarakat
hanya bisa dilakukan oleh khalifah dan imam saja, selain pemimpin politik juga
ada pemimpin agama.
·
Kedua Kota Demokratis
Kata
Alfarabbi untuk membentuk kota utama, yang tidak ada keinginan untuk berbuat
dosa yang sangat idealistis, sangat sulit untuk mencapai kondisi ideal, maka
ada sebuah alternatif, sambil menungu pemimpin sempurna datang harus membuat
kota demokratis dulu. Jadi pemimpin yang sangat dipimpin, untuk itu sulit itu
datang. Konsep kota demokratis ini datang untuk menciptakan institusi yang
namanya Negara, harus ada kota alternatif karena manusia bukan malaikat.
Manusia mengunakan al-insan dan annas. Kota demokratis memiliki kebaikan dan
kejahatan yang seiring. Kota demokratis kejahatan dan khrakter kebaikannya
seiring.
·
Pemikiran Politik Al-Mawardi
Almawardi
fokus pada Tata Negara bukan politik saja “alhakam sultoni” usianya 83 tahun
lahir di Irak, besarnya di bagdad, penganut loyalis syafii. Almawardi bukan
ketokohannya pada persoalan sekularisme tapi juga fakih, ahli tafsir, pernah
menjadi hakim Agung pada pemerintahan Abbassiyah, dan tidak pernah mengambil
gajinya.
·
Pemikiran Almawardi Tentang Negara.
Asal
mula timbulnya Negara menurutnya adalah hasrat manusia untuk mencukupi
kebutuhannya yang tidak bisa sendiri tapi secara kolektif yang memerlukan
banyak pihak, dan manusia sebagai makluk sosial tidak bisa sendiri, dan
selanjutnya adalah kemampuan dan bakat manusia secara individu, tetap
memerlukan orang lain.
Setelah
ada kesepakatan untuk membangun sebuah institusi, Negara dapat kokoh yang
terdapat beberapa unsur supaya negara kuat. Pertama, agama harus menjadi
pendorong etika. Agama harus menjadi kekuatan moral. Kedua, penguasa
kharismatik, dan ketiga,
keadilan
yang menyeluruh, adil terhadap bawahan, adil terhadap atasan, adil dengan
sejawab. Keempat, keamanan yang merata. Kelima, kesuburan tanah
yang berkesinambungan. Ketujuh, Negara akan kokoh kalau ada jaminan
hidup.
·
Ada Beberapa Kriteria Pemimpin Almawardi
Pertama adil dalam artian yang luas,
keduapemahaman ilmu yang kokoh, ia harus sanggup menjadi mujtahid. Ketiga sehat mata, pendengaran, dan
lisannya. Sehat badan tidak cacat. Kelima memiliki
leadership, berani tegas. Terakhir keturunan Quraisy, atau konteks
kekiniannya ras yang dominan, atau keinginan politik yang dominan.
·
Bagaimana Cara Memilih Pemimpin
Ahlul
Ahli Walaqli. Adil dan punya kridibilitas, mengetahui ilmu Tata Negara,
memiliki pendapat yang kuat dan tidak bisa di intervensi. Yang memilih kepala
Negara harus lembaga perwakilan tidak pernah dipilih secara langsung. Wasiat
juga boleh oleh pemimpin sebelumnya, boleh di impeachmen apabila tidak adil
lagi dan hilang kesehatan atau kudeta. Almawardi membenarkan kudeta.
Kontrak
sosial juga punya pemikiran oleh Almawardi yang ikut mempengaruhi pemikiran
Hobbes. Setelah pemimpin tidak dipilih oleh Ahlul Wal Aqli maka di bait,
sebagai komando dari masyarakat.
Kedua
hubungan antara Ahlul Ahli Wal Agli dengan kepala Negara sebetulnya hubungan
antara kedua belah pihak dengan kontraknya, imam selain ditaati juga harus
memenuhi hak-hak rakyat.
·
Pemikiran Politik Ibnu Taimiyah
Ibnu
Taimiyah adalah emberio pemikiran, dari kalangan suku kurdi, seorang guru
hadist dan ia lahir di Syiriah usianya hanya 57 tahun, karyanya 295 judul buku,
ada yang sepuluh jilid. Pemikiran
Ibnu Taimiyah paling fenomental yaitu bukunya yang paling unik ada subjek itu
prediketnya 10-30 halaman. Yang mempengaruhi pemikiran Ibnu Taimiyah adalah
politik agama dalam mereformasi elit, dia mengatakan Negara itu penting,
pemimpin sangat penting. Karyanya selajutnya, adalah pengamatan terhadap LSM,
kesusilaan dan sosial masyarakat dalam Islam. Buku Peraturan yuridis.
Kondisi
politik pada masa Ibnu Taimiyah setelah abasiyah yang hancur akibat
Mongolia, akibat kebenciannya untuk memerangi tidak berkurang. Ibnu merupakan
emberio wahabi, ia diangkat jadi hakim.
Ibnu
Taimiyah, menurut pemikirannya Negara harus hadir karena doktrin dan
praktis, karena ia sangup yang memberi kesejahteraan pada rakyat. Ibnu Jamaah,
khalifah memiliki otoritas tertinggi, ide kompromi oleh Ibnu Jamaah, ia masih
tetap jadi pemimpin politik dan agama, ada sebahagian daerah yag tidak tunduk
pada khilafah. ( http://www.pangisyarwi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=126:pemikiran-alfarabbi-almawardi-dan-ibnu-taimiyah&catid=7&Itemid=102)
Komentar
Posting Komentar